Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan bukti di luar perkara yang dibawa oleh kuasa hukum Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, dalam sidang gugatan praperadilan.
Adapun sidang gugatan praperadilan yang dimohonkan oleh Firli di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yakni terkait dengan kasus dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL, di mana Firli ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Sementara itu, bukti dimaksud yang dibawa oleh pihak Firli di sidang praperadilan belum lama ini justru berkaitan dengan penanganan perkara suap proyek jalur kereta di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).
"Bagi ICW, bukti yang dihadirkan oleh Firli Bahuri melalui kuasa hukumnya dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berupa dokumen penanganan perkara dugaan suap mantan pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan tidak relevan," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Minggu (17/12/2023).
Oleh karena itu, Kurnia menilai kuasa hukum Firli perlu membaca lebih lanjut penjelasan bahwa praperadilan adalah mekanisme pengujian formil suatu penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Menurut Kurnia, pembuktian berdasarkan pada bukti penanganan kasus DJKA justru menjadi janggal dan ganjil karena berada di luar dari substansi perkara yang ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Baca Juga
Tidak hanya itu, dia juga menilai penting bagi KPK untuk mendalami dari mana pihak Firli bisa mendapatkan dokumen tersebut. Apabila berkas dimaksud bersifat rahasia dan dianggap bisa mengganggu proses penyidikan, maka KPK dinilai perlu menyelidiki adanya potensi perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
"Tidak hanya itu, Dewan Pengawas juga harus mulai bergerak mengusut dugaan pelanggaran etik jika kemudian dokumen itu diperoleh Firli dengan cara-cara yang tidak sah," terangnya.
Adapun pihak Firli Bahuri sebelumnya mengungkap adanya dugaan ancaman dari Kapolda Metro Jaya terhadap pimpinan dan penyidik KPK mengenai penetapan tersangka pengusaha M Suryo, dalam pengembangan perkara kasus suap jalur kereta di lingkungan DJKA Kemenhub.
Hal itu diungkap dalam replik yang dibacakan oleh kuasa hukum Firli Bahuri pada gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2023).
Dalam replik atau tanggapan atas eksepsi Polda Metro Jaya selaku pihak termohon praperadilan, Firli sebagai pemohon menyebut penetapannya sebagai tersangka tidak murni merupakan upaya penegakan hukum.
Firli menyebut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto menetapkannya sebagai tersangka untuk melindungi pengusaha M Suryo, yang disebut tersandung kasus dugaan suap proyek jalur kereta api di lingkungan DJKA Kemenhub. Firli menyebut Karyoto mengancam pimpinan KPK untuk tidak menetapkan Suryo sebagai tersangka.
"Bahwa penyelidikan dan penyidikan perkara a quo, menurut pemohon, tidak bisa dianggap sebagai suatu upaya penegakan hukum yang murni, mengingat rekam jejak panjang hubungan antara pemohon dengan termohon," kata Ian Iskandar, kuasa hukum Firli Bahuri yang membacakan replik tersebut, dikutip Kamis (14/12/2023).