Bisnis.com, JAKARTA - China dan Amerika Serikat disebut memiliki kunci penting untuk meredam konflik dua negara Timur Tengah, yakni Palestina melawan Israel.
Dilansir dari Channel News Asia pada Jumat (15/12/2023), Peneliti Senior di Institut Timur Tengah Universitas Nasional Singapura Jean-Loup Samaan menjelaskan sejumlah faktor yang dapat meredam konflik Israel-Palestina.
Misalnya, saat situasi di Jalur Gaza Stabil yang ditambah perubahan kepemimpinan kedua negara tersebut maka peran negara besar seperti Amerika dan China tinggal memainkan peran untuk menjembatani perdamaian.
“Sebenarnya tidak ada alasan mengapa Washington dan Beijing tidak menyetujui solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina,” kata Samaan.
Kemudian, Samaan mengatakan bahwa Beijing kurang "greget" dalam menyuarakan perdamaian dibandingkan dengan Amerika. Sebab, sejauh ini belum ada menteri China yang mengunjungi Israel atau wilayah Palestina.
Samaan mencatat bahwa dalam krisis terbaru ini, Beijing tetap berhati-hati agar tidak terjebak dalam perselisihan tersebut. Ambil contoh, China tidak memiliki peran dalam isu penyanderaan.
Baca Juga
Di sisi lain, sikap China yang tidak mengecam Hamas atas serangan yang dilakukan pada 7 Oktober, berdampak terhadap proses perdamaian.
Dia menambahkan keuntungan terbesar China dalam kasus ini adalah dukungan dari negara Timur Tengah yang didapat dibandingkan dengan Amerika. Artinya, negara ini tidak membawa beban yang sama seperti Washington di dunia Arab.
“Saat ini, banyak negara Arab yang frustasi dengan kebijakan AS dan dukungannya terhadap Israel,” tambahnya.
Akademisi di Institut Studi Timur Tengah di Universitas Studi Internasional Shanghai, Fan Hongda mengatakan saat ini hubungan China-Israel yang kurang baik membuat pesimis China dapat memainkan peran sentral dalam konflik ini.
Mantan Menteri Kesehatan Nitzan Horowitz mengatakan pada intinya jika Washington dan Beijing dapat menyepakati solusi dua negara yang dapat diterima bersama, hal ini akan memberikan momentum baru bagi proses perdamaian.
Namun, para pengamat mengatakan solusi dua negara tidak dapat dicapai dalam waktu dekat selama pihak-pihak yang berbeda mempunyai pandangan yang berbeda dan Israel terus berupaya untuk melenyapkan Hamas.
“Pemerintah Israel saat ini malah terang-terangan menentangnya. Opini publik Israel, yang pada masa lalu sebagian besar mendukung formula dua negara, kini sebagian besar telah menolaknya,” kata Horowitz.
Di sisi lain, pusat penelitian kebijakan dan survei Palestina menuturkan solusi dua negara merosot ke titik terendah dalam sejarah kedua belah pihak, dengan hanya 34 persen warga Israel dan 33 persen warga Palestina yang mendukung solusi tersebut pada 2022.