Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potret Suram Pemberantasan Korupsi Era Jokowi: IPK dan IPAK Cenderung Stagnan

Pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai suram lantaran masih belum cukup efektif dan efisien. Hal tersebut tercermin dari sejumlah skor indeks korupsi.
Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango pada acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023, Selasa (12/12/2023). JIBI/Bisnis-Dany Saputra.
Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango pada acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023, Selasa (12/12/2023). JIBI/Bisnis-Dany Saputra.

Bisnis.com, JAKARTA - Pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai suram lantaran masih belum cukup efektif dan efisien. Hal tersebut tercermin dari penurunan sejumlah skor indeks korupsi di Indonesia.

Hal tersebut diakui oleh lembaga yang utamanya berfokus pada pemberantasan korupsi dari lini pencegahan hingga penindakan, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menyebut pemerintah telah berupaya memberantas korupsi di antaranya dengan membentuk sejumlah lembaga terkait, seperti KPK maupun Strategi Nasional Pencegahan Korupsi atau Stranas PK. Namun, timpalnya, sejumlah indeks menunjukkan bahwa upaya tersebut masih kurang efektif dan efisien. 

"Kita lihat bagaimana skor Indeks Persepsi Korupsi yang tidak meningkat secara signifikan dan stagnan dalam satu dekade ini. Indeks Perilaku Anti Korupsi atau IPAK yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik juga demikian," ujarnya di acara Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2023, Selasa (12/12/2023). 

Terdapat setidaknya tiga indeks yang diterbitkan oleh tiga lembaga berbeda yang mencerminkan kondisi soal korupsi di Tanah Air, yakni Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK), serta Survei Penilaian Integritas (SPI). 

Pertama, IPK. Transparency International Indonesia (TII) menyampaikan bahwa skor IPK Indonesia sebesar 34 dari 100 pada 2022. Skor IPK biasanya dirilis pada awal tahun. Skor tersebut turun dari perolehan 2021 yakni 38. 

Skor IPK Indonesia 2022 berada di peringkat tujuh dari 11 negara Asean. Itu artinya Indonesia saat ini berada di bawah Singapura, Malaysia, bahkan Timor Leste. Sementara itu dari sisi global, Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara.  

Indonesia juga diketahui hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Pada 2021, skor IPK Indonesia sebesar 38 hanya naik tipis dari 2020 sebesar 37. 

Kendati naik, kalau melihat tren IPK selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi cenderung stagnan atau belum beranjak dari angka 30-an, meski sempat tembus di angka 40 pada 2019. Padahal pada 2018 lalu, Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo pernah sesumbar untuk mengerek IPK ke angka 50. 

Kedua, IPAK. Skor IPAK Indonesia 2023 tercatat sebesar 3,92 pada skala 0 sampai 5. Angka tersebut turun tipis dari capaian 2022 sebesar 3,93. 

Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), IPAK disusun berdasarkan dua dimensi yakni Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. 

Nilai Indeks Persepsi 2023 sebesar 3,82, meningkat sebesar 0,02 poin dibandingkan Indeks Persepsi 2022 atau 3,80. Sebaliknya, Indeks Pengalaman 2023 tercatat sebesar 3,96 atau menurun sebesar 0,03 poin dibanding Indeks Pengalaman 2022 yaitu 3,99.

Berdasarkan data BPS, IPAK 2021 tercatat sebesar 3,88 atau naik tipis dari IPAK 2020 sebesar 3,84. Skor IPAK 2020 itu tercatat naik dari 2019 yakni sebesar 3,70.

Ketiga, SPI. Adapun hasil SPI yang dilakukan oleh KPK untuk memetakan risiko dan praktik korupsi di seluruh lembaga pusat dan daerah menemukan bahwa skor terbaru pada 2022 yakni 71,9 poin atau turun dari 2021 yakni 72,4.

SPI 2022 yang dilakukan oleh KPK itu dimulai sejak 17 Juli hingga 31 Oktober 2023. Skor SPI pada 2022 sebesar 71,9 itu belum mencapai target yang ditetapkan yakni 72 poin. 

"Responden internal dan eksternal menyatakan bahwa korupsi masih marak yang ditunjukkan dengan skor nasional yang kian menurun," lanjut Nawawi.

Adapun tantangan pemberantasan korupsi di Tanah Air bukan hanya tercermin dari berbagai skor indeks yang turun. Terlebih pada belakangan ini, kasus lembaga penegak hukum yang berwenang menindak tindak pidana korupsi (tipikor) turut menjadi sorotan. 

Kasus yang paling mencolok adalah kasus korupsi di tubuh KPK seperti kasus dugaan pemerasan oleh Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri, maupun kasus pungutan liar di rumah tahanan (rutan) atau korupsi uang perjalanan dinas.  

Belum lagi sederet menteri-menteri, kepala daerah, penegak hukum, hingga auditor negara yang terseret dalam pusaran kasus korupsi dalam bentuk suap, gratifikasi, maupun menyebabkan kerugian keuangan negara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper