Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Nilai Hukuman Penjara Tak Cukup untuk Koruptor: Mereka Tidak Jera!

Jokowi menilai bahwa hukuman penjara masih belum cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku koru
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam agenda penyerahan DIPA dan Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2024. Dok Kemenkeu RI
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam agenda penyerahan DIPA dan Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2024. Dok Kemenkeu RI

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai bahwa hukuman penjara masih belum cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi di Tanah Air.

Hal ini disampaikannya saat memberikan sambutan pada Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia du Istora Senayan, Gelora Bung Karno Jakarta, Selasa (12/12/2023).

“Apakah hukuman penjara membuat jera ternyata tidak, karena memang korupsi sekarang makin canggih, makin kompleks bahkan lintas negara dan multi-yuridiksi dan menggunakan teknologi mutakhir,” tuturnya dalam forum tersebut.

Orang nomor satu di Indonesia itu pun menyoroti bahwa sejak 2004 hingga 2022, sudah terlalu banyak pejabat yang ditangkap dan dipenjara atas kasus korupsi.

Dia memerinci bahwa pejabat di tingkat legislatif yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi terdiri 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD. Termasuk Ketua DPR dan Ketua DPRD.

Untuk diketahui sepanjang 2004—2022, Ketua DPR Setya Novanto terkena kasus korupsi e-KTP dan Ketua DPRD Daerah Kabupaten Seluma Husni Thamrin dalam kasus dugaan korupsi anggaran bahan bakar minyak (BBM) dan pemeliharaan rutin kendaraan dinas di Setwan Seluma pada 2018

Beralih ke tingkat eksekutif, orang nomor satu di Indonesia itu menjabarkan bahwa ada 38 Menteri dan Kepala Lembaga, ada 24 Gubernur dan 162 Bupati dan Walikota yang terjerat kasus korupsi.

Sebelumnya, penegak hukum telah menetapkan beberapa anggota kabinet Jokowi sebagai tersangka seperti dua mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan Juliari Batubara, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, serta mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Kemudian, di tingkat yudikatif, kata Jokowi ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi ada 8 komisioner diantara KPU, KPPU, dan Komisi Yudisial, dan juga ada 415 dari swasta dan 363 dari birokrat yang terjerat korupsi. Seperti Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang belum ditahan kendati sudah berstatus tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL.

“Banyak sekali, sekali lagi carikan negara lain yang memenjarakan sebanyak di Indonesia. Dengan begitu banyaknya orang pejabat yang dipenjarakan apakah korupsi bisa berhenti? berkurang? Ternyata sampai sekarang pun masih kita temukan banyak kasus korupsi,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Kepala Negara meyakini bahwa dibutuh upaya bersama yang lebih sistemik dan masif serta terus memanfaatkan teknologi terkini untuk mencegah tindak pidana korupsi.

Tak lupa, Presiden Ke-7 RI itu menilai dibutuhkannya dalam memperkuat sistem pencegahan termasuk memperbaiki kualitas SDM hingga Aparat Penegak Hukum (APH).

Jokowi juga meminta agar sistem pengadaan barang dan jasa sistem perizinan, hingga pengawasan internal terus dicermati. Meskipun hingga saat ini berbagai strategi telah digunakan, tetapi dia menilai langkah itu belum cukup.

Dia menjabarkan sejumlah strategi yang digunakan oleh pemerintah mulai dari platform e-katalog, sistem Online Single Submission (OSS), one map policy, pajak daring, sertifikat elektronik hingga aplikasi platform untuk memagari korupsi

Tak hanya itu, Jokowi melanjutkan bahwa terdapat Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang juga ditujukan untuk pencegahan, sistem logistik, hingga Sistem Informasi Mineral dan Batubara antara Kementerian dan Lembaga (SIMBARA).

Bahkan, menurutnya, ada berbagai penguatan regulasi di level undang-undang (UU) seperti Perampasan Aset Tindak Pidana yang saat ini diharapkannya daoat segera dibahas untuk segera diselesaikan.

“Ini [UU Perampasan Aset] adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan memberikan efek jera saya harap pemerintah DPR bisa segera membahas dan menyelesaikan UU perampasan aset. Kemudian UU pembatasan transaksi uang kartal, yang mendorong pemanfaatan transfer perbankan semua akan lebih transparan akuntabel,” pungkas Jokowi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper