Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CEK FAKTA: Anies Klaim Lemahnya Oposisi dan Indeks Kebebasan Berbicara

Capres nomor urut 1, Anies Baswedan mengatakan bahwa saat ini oposisi tidak bebas memberikan kritik kepada pemerintah, serta kebebasan berbicara menurun.
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyampaikan visi dan misi saat Debat Pertama Capres 2024 di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyampaikan visi dan misi saat Debat Pertama Capres 2024 di Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, Anies Baswedan mengatakan bahwa saat ini oposisi tidak bebas memberikan kritik kepada pemerintah, serta kebebasan berbicara menurun.

Hal itu disampaikan Anies saat Debat Perdana Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Anies bahkan menyinggung bahwa rivalnya yakni Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto yang dinilai tidak tahan untuk menjadi oposisi usai kalah dalam Pilpres 2019.

"Pak Prabowo tidak tahan untuk menjadi oposisi. Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan, membuat tidak bisa berbisnis dan tidak bisa berusaha. Karena itu harus berada dalam kekuasaan. Kekuasaan lebih dari soal bisnis, kekuasaan lebih dari soal uang. Kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat," ujarnya kepada Prabowo.

Di sisi lain, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menyoroti bahwa terdapat penurunan indeks demokrasi dan kebebasan berbicara turun. Salah satu indikasinya, kata Anies, yakni adanya pasal karet Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun termasuk mengkritik partai politik dan angka demokrasi kita menurun, indeks demokrasi kita. Bahkan pasal-pasal yang memberikan kewenangan untuk digunakan secara karet kepada pengkritik, UU ITE, atau pasal 14, 15, UU No.1 tahun 1946 itu membuat semua kebebasan bicara menjadi terganggu," ujarnya.

Adapun, Direktur Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar menukil pernyataan Dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Dr. Caroline Paskarina, M.Si., bahwa demokrasi Indonesia dihadapkan pada dua isu pembatasan kebebasan sipil dan pelemahan oposisi.

Hal itu, terangnya, ditunjukkan dengan bergabungnya sejumlah partai oposisi ke dalam kabinet pemerintahan menyebabkan check and balances serta fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah semakin lemah.

"Oleh karenanya, menjadi penting korelasi demokrasi dengan kebebasan oposisi untuk mengkritik pemerintah," ujarnya.

Kondisi yang digambarkan Anies juga tergambarkan dalam laporan rutin The Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia, dan 2021 Democracy Report yang menunjukkan pengurangan signifikan kebebasan sipil, pluralisme, dan fungsi pemerintahan.

"Pada Februari 2023 berada pada peringkat 54 dari 167 negara dengan skor 6,71. Skor ini sama dengan indeks demorkasi di tahun 2021. Namun peringkat indonesia turun dari 52 ke 54," demikian bunyi laporan EIU soal skor indeks demokrasi Indonesia yang dirilis pada 2023.

Untuk diketahui, artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper