Bisnis.com, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) akan menolak wacana gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden seperti yang tercantum dalam draf Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengakui fraksi PDIP awalnya menyetujui draf RUU DKJ itu. Beleid itu sendiri sudah disetujui menjadi RUU usulan DPR RI dalam rapat paripurna itu, Selasa (5/12/2023).
Meskipun demikian, PDIP akan merubah pendiriannya. PDIP, lanjutnya, mendengar arus penolakan dari masyarakat terkait wacana itu.
"Mereka-mereka yang mengkritisi itu adalah suara rakyat, itu yang harus ditangkap, termasuk oleh PDIP, bahwa kepala daerah di DKI itu ya sebaiknya itu dipilih oleh rakyat karena rakyatlah yang berdaulat," ujar Hasto kepada wartawan, Rabu (6/12/2023).
Dia bahkan menyatakan, keistimewaan dari Jakarta tidak harus dipastikan dengan merubah suatu perundangan-undangan. Hasto pun ingin pihak lain juga mendengar aspirasi rakyat banyak.
"Jadikan politik ini dinamis, terjadi beberapa perubahan-perubahan konstelasi sehingga di dalam melihat perubahan konstelasi itu pedoman kita terpenting adalah suara rakyat. Rakyat ingin agar gubernur di DKI itu dapat di pilih," ungkapnya.
Baca Juga
Sebagai informasi, Pasal 10 ayat (2) draf RUU DKJ menyatakan gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk dan berhentikan oleh presiden dengan memperhatikan pendapat atau usulan DPRD.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi alias Awiek menjelaskan, nantinya Daerah Khusus Jakarta memang dirancang tidak ada pemilihan kepala daerah (pilkada). Salah satu alasannya, selama ini Pilkada DKI Jakarta selalu memakan biaya yang tidak sedikit.
"Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost [biaya] yang cukul mahal karena pilkadanya harus 50% plus 1. Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat untuk pembangunan," jelas Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).
Lebih lanjut, dia menjelaskan Pasal 14b UUD 1945 mengakui satuan daerah khusus dan/atau istimewa. Dalam kasus Jakarta, lanjutnya, kekhususan diberikan dengan tidak ada pilkada.
"Supaya kita tidak melenceng dari konstitusi cari jalan tengah bahwa gubernur Jakarta itu diangkat, diberhentikan, oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD," ujarnya.
Awiek menyatakan, masih ada proses demokrasi dalam rancangan Pasal 10 draf RUU DKJ. Dia beralasan, banyak calon gubernur-wakil gubernur yang bersaing melalui usulan DPRD.
"Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ," katanya.