Bisnis.com, JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) memuat aturan baru soal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. RUU DKJ itu sudah disetujui menjadi RUU usulan DPR dalam rapat paripurna, Selasa (5/12/2023).
Pasal 10 ayat (2) di draf RUU DKJ menyatakan gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden dengan memperhatikan pendapat atau usulan DPRD.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi alias Awiek menjelaskan, nantinya Daerah Khusus Jakarta memang dirancang tidak ada pemilihan kepala daerah (pilkada). Selama ini, kata Awiek, Pilkada DKI Jakarta selalu memakan biaya yang tidak sedikit.
"Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost [biaya] yang cukul mahal karena pilkadanya harus 50% plus 1. Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat untuk pembangunan," jelas Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).
Lebih lanjut, dia menjelaskan Pasal 14b UUD 1945 mengakui satuan daerah khusus dan/atau istimewa. Dalam kasus Jakarta, lanjutnya, kekhususan diberikan dengan tidak ada pilkada.
"Supaya kita tidak melenceng dari konstitusi cari jalan tengah bahwa gubernur Jakarta itu diangkat, diberhentikan, oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD," ujarnya.
Baca Juga
Respons Capres-Cawapres
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyerahkan kepada pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang meniadakan pilkada untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta melainkan ditunjuk presiden.
"Ya, nanti biar dibahas dewan sama pemerintah," kata Ganjar kepada wartawan usai mengunjungi Pasar Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dilansir dari Antara.
Dia enggan menjelaskan lebih lanjut terkait sikapnya sebagai orang yang akan menjadi calon nomor orang satu di Indonesia terhadap RUU DKJ tersebut.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud Mahmodin alias Mahfud MD, tak mempersoalkan RUU DKJ yang mengatur penunjukan gubernur oleh presiden.
"Kalau saya tak mempersoalkan itu, karena DPR sudah berdebat lama dengan pemerintah, lalu kesimpulannya itu," kata Mahfud di Jakarta.
Menurutnya, adanya RRU DKJ bisa saja karena DPR ingin mempertahankan kekhususan Jakarta setelah tak lagi menjadi ibu kota negara.
"Karena Jakarta dianggap khusus, jadi dikelola secara khusus," imbuh Mahfud.
Dia juga mencontohkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak melakukan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, namun tetap ada pemilihan di tingkat kabupaten/kota.
"Seperti di Yogyakarta yang gubenurnya turun menurun, tapi bupati dan wali kota dipilih. Di sini, gubernurnya dipilih, jadi tak apa-apa. Harus asimetris," ujar Mahfud.
Sayangnya, Calon presiden (capres) Anies Baswedan mengaku belum melihat dokumen draf Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Walhasil, Eks Gubernur DKI Jakarta ini enggan berkomentar lebih jauh.
“Saya belum lihat dokumennya, saya baca dulu baru saya bisa berkomentar ya,” kata Anies kepada wartawan di Kalimantan, Selasa (5/12/2023).
Pro-Kontra Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden
Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menegaskan menolak rencana aturan gubernur Jakarta dan wakilnya ditunjuk oleh Presiden, bukan dari proses Pilkada.
"Setelah Jakarta tidak lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota. Saya tidak setuju jika Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta DITUNJUK, DIANGKAT dan DIBERHENTIAN oleh Presiden," ujarnya melalui cuitan di akun X, Selasa (5/12/2023).
Senada, Calon Wakil Presiden (Cawapres) koalisi perubahan, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dirinya tidak setuju dengan ketentuan Gubernur Jakarta serta wakilnya dipilih presiden.
"Kami [PKB] menolak total," kata Cak Imin di Kabupaten Bireuen, Aceh, Rabu (6/12/2023).
Cak Imin menyebut bahwa mayoritas fraksi akan menolak aturan itu. Meski, saat ini hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan sikap menolak RUU DKJ.
Ketum PKB ini juga menekankan kepala daerah yang dipilih melalui hak prerogatif presiden hanya membahayakan sistem demokrasi dan ruang demokrasi yang sudah terbentuk saat ini dijaga dan terus diperbaiki.
"Ya itu bahaya, bahaya apabila dalam posisi yang menuju persiapan demokrasi yang lebih baik, harus diberi ruang yang lebih baik lagi," ujarnya.
Di sisi lain, Achmad Baidowi alias Awiek menegaskan bahwa meskipun Pilkada Jakarta ditiadakan nantinya, proses demokrasi tetaplah ada. Menurutnya, banyak calon gubernur-wakil gubernur yang bersaing melalui usulan DPRD.
"Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ," katanya.
Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengamini bahwa isi RUU DKJ pasti menuai pro dan kontra. Namun, dia memastikan bahwa Pemerintah terbuka terhadap masukan yang datang dari berbagai pihak dalam rangka penyusunan DIM tersebut.
"Proses berikutnya, Presiden menyurati DPR menunjuk sejumlah menteri yang mewakili pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, disertai DIM Pemerintah," katanya.
Lebih lanjut, Ari menyampaikan bahwa pemerintah masih menunggu surat resmi dari DPR yang menyampaikan naskah RUU DKJ. Setelah itu, Presiden akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) versi pemerintah.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai baik wacana gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden dengan memperhatikan pendapat atau usulan DPRD.
"Dengan kita berpikir efesiensi, mengurangi anggaran juga, demokrasinya supaya tidak boros, ya itu, gubernur itu langsung ditunjuk saja dari pusat," ujar Trubus kepada Bisnis, Selasa (5/12/2023).