Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menjawab tudingan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebutnya marah ketika lembaga antikorupsi itu menyidik kasus korupsi KTP-el. Kasus ini menyeret nama mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
Jokowi mengaku tak pernah ada dialog emosi dan upaya meminta menghentikan kasus e-KTP terhadap Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo.
Orang nomor satu di Indonesia itu mengatakan bahwa dia justru selalu mendorong agar proses hukum berjalan sesuai dengan semestinya, termasuk yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
"Ini yang pertama coba dilihat. Dilihat di berita-berita pada 2017 bulan November, saya sampaikan saat itu Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas berita itu ada semuanya,” tutur Jokowi di halaman Istana Merdeka, Senin (4/11/2023).
Tak hanya itu, Kepala Negara mengatakan bahwa tidak ada upaya intervensi pemerintah untuk menghentikan kasus yang membuat Negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 miliar tersebut.
Hal ini dibuktikan lantaran, kata Jokowi saat ini Setya Novanto sudah dihukum berat. "Yang kedua buktinya proses hukum berjalan. Yang ketiga pak Setya Novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun," lanjutnya.
Baca Juga
Oleh sebab itu, Mantan Wali Kota Solo itu mengaku heran mengapa isu tersebut seakan kembali diramaikan. Apalagi, dirinya memang tak melakukan pertemuan seperti yang disampaikan oleh Agus Rahardjo.
Bahkan, Presiden Ke-7 RI itu juga mengaku telah meminta pertemuan dengan Agus untuk dicek ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurutnya, pertemuan tersebut tidak pernah ada dalam agenda kepresidenan.
"Terus untuk apa diramaikan itu? kepentingan apa diramaikan itu? untuk kepentingan apa? Saya suruh cek, saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg, nggak ada [pertemuan]. Agenda yang di Setneg nggak ada. Tolong dicek lagi aja," pungkas Jokowi.
Cerita Agus
Sebelumnya, Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo melempar bola liar korupsi e-KTP ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengatakan bahwa Jokowi telah mencoba mengintervensi kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
Agus menceritakan bahwa pernah dipanggil sendiri ke Istana untuk menghadap Presiden Jokowi.Dia mengaku heran karena biasanya Kepala Negara memanggil lima orang pimpinan apabila dibutuhkan untuk menghadap. Pada saat itu, cerita Agus, Jokowi ditemani oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
"Di sana begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Beliau sudah berteriak, 'Hentikan!' Saya heran yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu, kasus e-KTP. Supaya tidak diteruskan," tuturnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).
Mantan pejabat LKPP itu lalu mengatakan bahwa sprindik kasus Setnov sudah dikeluarkan. Dia pun menyampaikan kepada Presiden bahwa tidak ada mekanisme penghentian penyidikan di lembaga antirasuah.
Untuk diketahui, KPK saat itu belum memiliki mekanisme surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, atau sebelum revisi UU KPK pada 2019. Oleh karena itu, Agus menyatakan tetap melanjutkan proses penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setnov.
Dibenarkan Pimpinan Lain
Di sisi lain, mantan kolega Agus di KPK, Saut Situmorang membenarkan cerita soal dimarahi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyidikan kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP.
Saut mengatakan bahwa koleganya itu bercerita soal pertemuannya dengan Presiden Jokowi, tanpa ditemani oleh empat pimpinan lainnya.
Agus, kata Saut, mengungkap cerita itu disampaikan saat mencuatnya polemik revisi Undang-undang (UU) KPK pada 2019 lalu. Menurut Saut, Agus menceritakan peristiwa tersebut saat pimpinan KPK hendak menggelar konferensi pers untuk menyerahkan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden.
"Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah Pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin saya dimarahin [Presiden], 'hentikan' kalimatnya begitu," ujar Saut kepada wartawan melalui sambungan telepon, Jumat (1/12/2023).
Konferensi pers yang dimaksud Saut yakni pada 13 September 2019. Pada saat itu, tiga pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi.
Mereka menilai revisi UU KPK justru melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. Pimpinan dan pegawai KPK menyatakan keberatan terhadap revisi dimaksud, kendati pada akhirnya tidak didengar.
Adapun Saut menduga sikap lima pimpinan KPK terhadap kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR saat itu, Setya Novanto, sudah diketahui Presiden. Dia mengatakan bahwa tiga pimpinan menyetujui penyidikan kasus tersebut, sedangkan dua lainnya menolak.
"Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahu lah Anda yang 2 siapa, yang 3 siapa. Jadi, mungkin dia [Presiden] dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa [Agus] dipanggil sendirian," jelas Saut.
Saut lalu mengapresiasi sikap Agus yang tidak melaksanakan permintaan Presiden untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP. Menurutnya, langkah Agus untuk datang ke istana saat itu merupakan hal yang bijak.
"Kalau pak Agus bisa dipengaruhi, berubah tuh skorsnya dari 3-2. Tapi, kan sudah ada tanda tangan Sprindik [Surat Perintah Dimulainya Penyidikan]," tuturnya.