Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Istana Bantah Jokowi Pernah Minta Kasus e-KTP Setnov Disetop

Istana Kepresidenan membantah bahwa Presiden Jokowi melakukan intervensi untuk melemahkan fungsi KPK, termasuk minta kasus e-KTP disetop
Istana Bantah Jokowi Pernah Minta Kasus e-KTP Setnov Disetop. Presiden Joko Widodo saat bersepeda menuju Car Free Day (CFD) di Istana Negara, Jakarta, Minggu (15/1/2023). Setpres
Istana Bantah Jokowi Pernah Minta Kasus e-KTP Setnov Disetop. Presiden Joko Widodo saat bersepeda menuju Car Free Day (CFD) di Istana Negara, Jakarta, Minggu (15/1/2023). Setpres

Bisnis.com, JAKARTA – Istana Kepresidenan membantah bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan intervensi untuk melemahkan fungsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan justru selama ini pemerintah terus mendukung agar KPK bisa menjalankan tugas dengan baik, tidak hanya dalam proses penindakan hukum, tetapi juga dalam pencegahan korupsi.

"Kami semua sebenarnya sepakat termasuk Presiden itu mendorong penguatan KPK itu dijalankan dan kita lakukan secara bersama-sama, baik itu oleh pemerintah, oleh DPR, dan juga oleh masyarakat sipil," katanya di gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), Jumat (1/12/2023).

Di sisi lain, Agus irit bicara ketika ditanyakan mengenai pandangannya terhadap potensi ada motif politik dari pernyataan Agus Rahardjo terkait kasus e-KTP. Menurutnya, opininya soal Jokowi pernah minta kasus itu disetop tidak bisa untuk dijawab. 

Namun, dia menekankan bahwa pertemuan Jokowi dengan Agus Rahardjo sebagaimana diutarakan Agus tidak pernah terjadi dalam agenda resmi Presiden asal Surakarta itu.

"Terkait dengan pernyataan Bapak Agus Rahardjo yang disampaikan di sebuah media, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Setelah dicek tidak ada pertemuan yang disebut-sebut dalam agenda presiden. Jadi, informasi yang saya miliki adalah tidak ada agenda saat itu dengan bapak Presiden," imbuhnya.

Sementara itu, dia kembali menegaskan bahwa Presiden Ke-7 RI justru mendorong agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK, seraya meyakini bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik. Hal ini disampaikannya untuk membantah tudingan adanya intervensi pemerintah untuk menghentikan kasus tersebut.

Bahkan, Ari juga mengomentari pernyataan terkait dengan revisi Undang-undang KPK yang terjadi pada 2019 atau dua tahun setelah penetapan tersangka terhadap Setya Novanto. Menurutnya, revisi tersebut merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Perlu diperjelas, bahwa revisi UU KPK pada 2019 itu inisiatif DPR. Bukan inisiatif pemerintah," katanya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu meminta agar Ketua DPR Setya Novanto mengikuti seluruh proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik.

“Saya minta, saya minta Pak Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada,” kata Presiden Jokowi kepada wartawan seusai menghadiri sarasehan mewujudkan Konstitusional DPD RI pada 2017 yang digelar DPD-RI, di gedung Nusantara IV DPR Jakarta, Jumat (17/11/2017) pagi.

Presiden meyakini proses hukum menyangkut Setya Novanto di KPK akan terus dilakukan.

“Saya yakin proses hukum yang ada di negara kita ini terus berjalan dengan baik,” tandas Jokowi.

Sebelumnya, Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai bahwa periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi momentum terendah pemberantasan korupsi.

“Dari sisi citra ini adalah terendah dari selama ini, oleh karena itu diharapkan agar ada perubahan-perubahan yang dilakukan oleh yang berkuasa untuk mengembalikan KPK seperti semula,” ujarnya dikutip melalui kanal Youtube KompasTV, Jumat (1/12/2023).

Agus pun mengaku tak dapat membendung rasa kecewa akibat marwah KPK yang kian terpuruk lantaran munculnya kasus tindak pidana korupsi di lingkungan pimpinan KPK. Seperti diketahui, Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Menurutnya, permasalahan dari lembaga antirasuah itu tidak terlepas dari proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK. Apalagi, sejak awal, dia melanjutkan, bahwa pegiat antikorupsi sudah memprotes masuknya nama Firli Bahuri sebagai calon pimpinan (capim) KPK, sayangnya protes tersebut tidak mendapat respons.

Agus menambahkan jika Presiden asal Surakarta itu mendengar aspirasi dari masyarakat dan merespons surat yang dikirimnya, kemungkinan besar KPK tidak terseret dalam permasalahan yang terjadi saat ini.

"Saya sebetulnya ingin mengatakan bahwa sebetulnya kasus pak Firli ini bermula dari, kalau saya boleh menyalahkan ya pak Jokowi. Karena tune of the top kelihatannya di periode kedua Pak Jokowi itu menurun untuk pemberantasan korupsi," tandas Agus.

Oleh sebab itu, Agus melihat bahwa dalam perjalanan periode kedua Kepala Negara Ke-7 RI itu komitmen pemberantasan korupsi mulai menurun. Hal ini turut didukung lantaran muncul revisi UU KPK yang tidak diinginkan para insan KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper