Bisnis.com, SOLO - Keistimewaan Jogjakarta kini menjadi perbincangan publik setelah disinggung oleh Ade Armando di media sosial.
Politikus PSI itu menyinggung mengenai keistimewaan Jogjakarta yang tidak mengadakan Pemilu setiap 5 tahun sekali.
Hal ini diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta, di mana dalam bab VI pasal 18, disebutkan bahwa gubernur atau kepala daerah Yogyakarta adalah Sultan Hamengkubuwono. Sementara, wakil gubernur Yogyakarta adalah Adipati Paku Alam.
Menilik dari sejarahnya, Keraton Solo dan Keraton Jogjakata sama-sama lahir dari Kerahaan Mataram. Keduanya pun berstatus Istimewa yang memegang kendali atas pemerintahannya sendiri atau kegubernuran.
Lantas apa yang membuat Solo tak lagi jadi Daerah Istimewa seperti Jogja?
Dalam Perjanjian Jatisari pada 15 Februari 1755, Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan tradisi lama budaya Mataram.
Baca Juga
Sayangnya dalam perjalan, Keraton Solo yang merupakan kerajaan baru dari runtuhnya Keraton Kartasura geger hingga membuat status keistimewaannya musnah.
Menukil dari artikel jurnal "Pengakuan Kembali Surakarta sebagai Daerah Istimewa dalam Perspektif Historis dan Yuridis" yang ditulis Ni’matul Huda dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Solo lepas dari daerah istimewa setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada 18 Agustus 1945, Pakubuwono XII dan Mangkunagoro VII mengucapkan selamat atas kemerdekaan Indonesia. Mereka pun menyatakan Surakarta Hadiningrat adalah daerah istimewa atau DIS.
Ini menyebabkan adanya dua entitas yakni swapraja Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran.
Kekuasaan Kasunanan Surakarta meliputi Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, Klaten dan Sragen. Sedangkan Mangkunegaran mengatur Kota Mangkunegaran, Karanganyar, dan Wonogiri.
Geger di Keraton Kasunanan Surakarta
Sebelumnya, Keraton Surakarta geger setelah Sunan Pakubuwono XI meninggal dunia pada 1 Juni 1945. Ia wafat sebelum mengangkat seorang putra mahkota.
Namun putra termudanya, KGPH Purboyo terpilih sebagai putra mahkota dan menjabat sebagai gubernur. Namun sebagian pejabat tak menghendaki adanya pangeran muda.
Sayangnya kekuasaannya itu juga berada dalam bayang-bayang ibu suri dan desakan dari pejabat senior.
Daerah Istimewa Surakarta (DIS) runtuh...