Muncul gerakan anti-swapraja
Kepemimpinan KGPH Purboyo itu pun memunculkan gerakan anti-swapraja yang digerakkan oleh KPH Mr. Sumodiningrat. Ia adalah cucu dari Pakubuwono X yang juga tokoh dari Partai Indonesia Raya.
Pemberontakan di dalam Keraton Surakarta itu pun menimbulkan gonjang-ganjing, ditambah Kadipaten Mangkunegara yang tidak mau ikut campur.
Di lain sisi, Mangkunegara juga tidak mau dijadikan Wakil Kepala Istimewa Surakarta. Pihaknya ingin memiliki daerah sendiri, sedangkan Daerah Istimewa Solo (DIS) dipegang oleh Pakubuwono.
Status Istimewa Dihapuskan
Anti-praja pun berhasil membujuk daerah-daerah kekuasaan Keraton Surakarta untuk melepaskan diri. Hubungan politik antara Keraton Surakarta dan kabupaten lain pun akhirnya tumbang.
Baca Juga
Hingga akhirnya, kekacuan politik terus terjadi sampai akhirnya pada 6 Desember 1946, Gubernur Jawa Barat Soetardjo Kertohadikusumo mendapat tugas merangkap sebagai Residen Surakarta.
Kemudian muncul UU No. 16 Tahun 1947 terjadi pembentukan daerah Surakarta dengan Sjamsurijal sebagai Wali Kota dan Soediro sebagai Residen. Sejak saat itu Kota Surakarta menjadi pusat pemerintahan Keresidenan Surakarta.