Bisnis.com, SOLO - Gibran Rakabuming Raka mengklaim pertumbuhan ekonomi melesat dan angka kemiskinan menyusut sejak dirinya memimpin kota Solo. Namun, di balik rapor positif itu, ketimpangan sosial antara miskin dan kaya justru melebar.
Putra sulung Presiden Joko Widodo itu resmi dilantik menjadi Wali Kota Solo pada Februari 2021. Artinya, Gibran Rakabuming Raka baru dua tahun duduk di kursi Solo 1.
Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis dari Badan Pusat Statistik (BPS), indeks rasio gini atau ketimpangan antara kaya dan miskin Kota Bengawan itu naik tajam sejak dipimpin Gibran.
Pada 2021, BPS mencatat indeks rasio gini Solo hanya berada di level 0,379. Angka tersebut masih lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata nasional pada periode yang sama 0,380. Semakin tinggi indeks rasio gini menunjukkan kesenjangan ekonomi kian melebar.
Indeks rasio gini Solo pada 2021 membaik bila dibandingkan dengan 2020 yang mencapai 0,408. Namun, setahun setelah Gibran menjabat sebagai Wali Kota Solo, alias pada 2022, indeks rasio gini Solo melonjak menyentuh 0,419.
Angka tersebut jauh di atas posisi sebelum pandemi. Hal itu berarti memperlihatkan tingginya ketimpangan antara si kaya dan si miskin di Kota Bengawan tersebut.
Baca Juga
Sementara itu, untuk rasio gini Kota Solo pada tahun ini, BPS Solo mengaku belum merilis data, karena belum tutup tahun. Adapun data yang tersedia dari pusat hanya antara 2020 hingga 2022 saja.
Sebagai informasi, indeks rasio gini Kota Solo ini, bahkan lebih tinggi daripada indeks rasio gini di Jawa Tengah. Pada 2022, indeks rasio gini Jateng "hanya" berada di angka 0,366.
Angka ini mengalami kenaikan menjadi 0,369 pada Maret 2023. Namun, angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rasio gini Kota Solo pada 2022.
Pertumbuhan Ekonomi Solo Melesat
Padahal, dari sisi ekonomi Solo mencatakan pertumbuhan 6,25% pada 2022. Angka tersebut melesat dari tahun sebelumnya di angka 4,01%. Bahkan pertumbuhan ekonomi kota Solo berada di atas rata-rata nasional 5,3%.
Dalam beberapa kesempatan, Gibran mengklaim mampu membalikkan pertumbuhan ekonomi dari minus menjadi positif. Dia menyebut saat awal menjabat walikota, pertumbuhan ekonomi di Solo minus 1,74%, setelah itu melesat menjadi 6,25%.
Mengacu data BPS, pertumbuhan ekonomi Kota Solo dalam 7 tahun terakhir fluktuatif. Pada 2016, rerata pertumbuhan ekonomi secara tahunan tercatat 5,35% (cumulative to cumulative/c-to-c). Kurva pertumbuhan ekonomi konsisten melaju, hingga pada 2019 tercatat sebesar 5,78%.
Namun pada 2020, pertumbuhannya anjlok besar hingga -1,76%. Turunnya angka pertumbuhan itu karena Covid-19 yang memaksa pembatasan aktivitas guna memutus rantai penularan virus.
Setahun kemudian, laju pertumbuhan ekonomi meningkat, sebesar 4,01%. Pada 2021 merupakan tahun perdana Gibran menjabat. Kemudian pada 2022, pertumbuhan ekonomi tahunan tembus 6,25%. Nilai ini menjadi yang tertinggi selama 7 tahun terakhir.
Saat Gibran baru menjabat, jumlah penduduk miskin di Kota Solo tercatat meningkat menjadi 48.780 jiwa (2021). Angka itu naik dari 47.030 jiwa pada 2020. Pada 2022 penduduk miskin berkurang menjadi 45.900 jiwa.
Namun, Gibran belum mampu menekan angka inflasi di Kota Solo. Saat awal menjabat, inflasi di Solo meningkat menjadi 2,58% (2021) dan melesat menjadi 7,03% pada 2022.
Gibran Ditopang Proyek dan Anggaran Pusat
Melesatnya pertumbuhan ekonomi Solo sempat menjadi perdebatan publik karena kota tersebut ditopang oleh dana dan proyek dari pusat.
Berdasarkan data Kemenkeu, terdapat kucuran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang merupakan dana perimbangan pemerintah pusat, dalam jumlah yang cukup besar.
Saat Gibran menjadi sebagai Wali Kota, nilai TKDD Kota Solo melesat menjadi Rp1,13 triliun pada 2021. Sebelumnya, TKDD ke Kota Solo hanya berjumlah Rp752,39 miliar.
Pemerintah pusat pun kembali mengucurkan transfer dana ke Kota Solo dengan nilai Rp1,18 triliun pada 2022.
Pada anggaran belanja daerah Kota Solo, pos belanja operasi masih mendominasi struktur APBD. Pemkot Solo mengalokasikan Rp1,63 triliun untuk belanja operasi pada 2021, dan belanja modal Rp411,78 miliar. Tahun lalu alokasi itu melonjak menjadi Rp1,84 triliun, dan Rp353,45 miliar untuk belanja modal.
Sejumlah aktivitas nasional dan global mendorong pertumbuhan PDRB pada 5 lapangan usaha dominan. Penyedia akomodasi makan dan minum menjadi yang paling dominan dengan pertumbuhan sebesar 43,62%.
Hal itu berdampak pada pertumbuhan usaha jasa akomodasi di Kota Surakarta. Sampai dengan 2023 tercatat sebanyak 165 perusahaan/usaha jasa akomodasi yang tersebar di 5 kecamatan, jika dibandingkan dengan tahun 2022 jumlah jasa akomodasinya bertambah 6 yang terdiri dari 3 hotel bintang dan 3 hotel Melati. Selengkapnya ulasan mengenai kinerja Gibran dapat dibaca di sini: Mengintip Hasil Karya Anak dan Menantu Jokowi