Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyampaikan bahwa pendanaan survei elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) perlu diaudit untuk menjaga independensi hasil penelitian tersebut.
"Lembaga survei itu seharusnya dapat bekerja secara independen," kata Neni. dalam diskusi daring bertajuk "Survei Yang Membagongkan" dipantau di Jakarta, Sabtu (25/11/2023).
Dia berpandangan lembaga survei harus independen dalam melakukan penghitungan ilmiah sesuai metode statistik yang berlaku. Pasalnya, masih banyak lembaga survei yang tidak mau menunjukkan dari mana sumber dana yang mereka dapatkan.
"Jadi, soal pendanaan (lembaga survei), ketika dilaporkan ke KPU itu tidak transparan dan akuntabel, serta tidak rasional," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniasyah mengatakan hasil survei elektabilitas dari suatu lembaga survei tidak dapat dipandang sebagai indikator yang dapat diyakini dalam jangka panjang.
"Survei hanya dapat diyakini sebagai gambaran umum saja," kata Dedi
Baca Juga
Menurut dia, partai politik dan politisi lah yang sejauh ini memanfaatkan hasil survei popularitas atau elektabilitas secara vulgar yang kemudian dikembangkan dengan propaganda.
Oleh karena itu, dia menilai tidak ada lembaga survei yang ingin menghilangkan proses demokrasi.
"Justru dengan adanya lembaga survei proses demokrasi bisa tumbuh," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa peran lembaga survei yang paling menonjol itu berkaitan dengan popularitas dan elektabilitas kontestan politik dan prediksi kemenangan berdasarkan hitung cepat.
Dedi menilai tidak perlu dilakukan pengawasan lembaga survei secara mendetail guna menghindari intervensi dari pihak-pihak tertentu.
"Bukan kami menolak transparansi, tetapi hanya menjalankan sesuai koridor metodologis supaya kualitas survei itu terjaga," ujarnya.