Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Ismail Hasani mendesak seluruh lembaga survei agar netral dalam kinerja masing-masing mengenai pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Menurutnya, belakangan ini publik disuguhi beragam hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres yang dinilainya semakin tidak masuk akal.
"Kita tidak pernah mengetahui posisi lembaga survei, apakah juga merangkap sebagai konsultan politik, juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei, atau agitator yang ditugasi untuk menggiring opini tentang hal-hal yang dikehendaki oleh pihak yang menugasi," kata Ismail dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Kamis (23/11/2023).
Dia menambahkan, materi survei seperti jabatan presiden tiga periode, survei afirmasi atas politik dinasti yang merusak demokrasi, hingga survei afirmasi putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 dan Putusan MKMK, berpotensi merusak demokrasi karena keterbatasan pengetahuan publik atas istilah-istilah itu.
Selain itu, persoalan serius juga dapat muncul apabila hasil survei berbalik menjadi kampanye salah satu pasangan capres-cawapres yang menghendaki agenda pemikihan satu putaran.
"Ada dua tujuan tidak etis yang hendak dicapai dari agenda ini, yaitu berharap bandwagon effect agar pemilih mengikuti langkah mayoritas publik yang sudah menentukan pilihan, dan menyediakan justifikasi akademik-populis, atas kemungkinan tindakan tidak jujur dan segala cara memenangi kontestasi," terangnya.
Baca Juga
Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah ini kemudian menggarisbawahi kampanye pemilu damai yang terus disuarakan, tetapi dengan nada suara yang menakutkan.
Itu sebabnya, dia mendorong agar lembaga survei mengembalikan posisi survei sebagaimana tujuan asalnya, tak hanya berdasarkan standar etik, tetapi juga ada nilai kebajikan yang dipromosikan.
"Setara Institute juga mendorong netralitas genuine yang didukung oleh sistem, standar operasi, dan penyikapan atas dugaan pelanggaran alat-alat negara secara transparan dan berkeadilan. Langkah ini akan efektif hanya jika dimulai dari Presiden Jokowi," pungkasnya.