Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera menyeret mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono ke persidangan atas kasus gratifikasi.
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Andhi bakal didakwa menerima gratifikasi senilai Rp50,2 miliar, US$264.500 (atau Rp4,1 miliar sesuai kurs per dolar AS hari ini) dan SGD409.000 (Rp4,7 miliar sesuai kurs per dolar Singapura hari ini).
Berdasarkan perhitungan Bisnis, total gratifikasi Andhi yang meliputi rupiah, dolar AS dan Singapura mencapai Rp59 miliar.
"Besaran penerimaan gratifikasi yang didakwakan Tim Jaksa senilai Rp50,2 Miliar dan USD264,500 serta SGD409,000," kata Ali kepada wartawan, Kamis (16/11/2023).
Jaksa KPK Bagus Dwi Arianto telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan Andhi ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023).
Dengan demikian, penahanan beralih menjadi wewenang Pengadilan Tipikor. Agenda sidang pertama untuk pembacaan surat dakwaan disebut masih menunggu penetapan Majelis Hakim.
Baca Juga
Sebelumnya, KPK menetapkan Andhi sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Kasus Andhi berawal dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya yang ditemukan bermasalah.
Sejalan dengan proses penyidikan, KPK turut menemukan dugaan bahwa Andhi memiliki perusahaan yang memberikan rekomendasi pelayanan kepabeanan ilegal. Dia diduga memberi rekomendasi pelayanan kepabeanan ilegal kepada pengusaha ekspor impor.
Dalam rentang waktu antara tahun 2012 sampai dengan 2022, Andhi diduga dalam jabatannya turut bertindak sebagai broker (perantara) dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktifitas bisnisnya.
Sebagai broker, dia diduga menghubungkan antar importir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja.
Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, pejabat eselon III itu diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikannya turut diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor impor diduga tidak berkompeten.
Adapun, siasat yang dilakukan Andhi untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee.
Sementara itu, Andhi juga diduga melakukan upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna uang yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
Pada proses penyidikan kasus gratifikasi pengurusan bea cukai, penyidik menemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya.
Dari hasil gratifikasi, mantan pejabat bea cukai itu diduga membelanjakan dan mentransfer uang tersebut untuk keperluan pribadi dan keluarganya dalam kurun waktu 2021-2022 guna pembelian berlian senilai Rp652 juta, polis asuransi senilai Rp1 miliar, serta rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar.