Bisnis.com, JAKARTA – Seolah tanpa henti, satu persatu elite Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berurusan dengan hukum. Usai Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Achsanul Qosasi sebagai tersangka, Anggota VI BPK Pius Lustrilanang kini menjadi sorotan.
Pius disorot setelah penyidik KPK menggeledah dan menyegel ruangannya. Penyegelan ruangan kerja Pius yakni terkait dengan kasus dugaan pengondisian temuan terhadap laporan keungan Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Seperti diketahui, kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan KPK akhir pekan lalu itu menyeret sejumlah pihak sebagai tersangka di antaranya Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan dua pejabat BPK di Papua Barat.
"Saya pastikan penyegelan ruangan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan atau janji yang dilakukan oknum BPK yang sudah dilakukan penangkapan dan penahanan hari ini," terang Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Selasa (14/11/2023).
Di sisi lain, Firli mengungkap bahwa Pius telah berangkat ke Korea Selatan. Dia mengatakan bahwa pihaknya bisa menempuh berbagai jalur untuk berkoordinasi mengenai tindak lanjutnya.
Pertama, berkoordinasi dengan Duta Besar Indonesia yang berada di Korea Selatan. Kedua, saling tukar menukar informasi dengan pihak lembaga antikorupsi di Korea Selatan mengenai keberadaan Pius.
Baca Juga
Tukar menukar informasi dengan KPK Korea Selatan itu, terang Firli, tertuang dalam MoU antara KPK kedua negara untuk membantu penanganan kasus korupsi. Salah satunya untuk penanganan pelaku/tersangka korupsi dari Indonesia yang tengah melarikan diri ke Korea Selatan maupun sebaliknya.
Meski demikian, Firli tak mengungkap seperti apa status hukum dari Pius dalam kasus tersebut. Dia hanya menyebut auditor negara itu perlu untuk dimintai keterangan.
"Tentu mengenai keterkaitan Anggota VI BPK perlu dimintai keterangan karena kita bekerja secara profesional," terang mantan Kabaharkam Polri itu.
BPK Minta Maaf
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta maaf kepada masyarakat atas sejumlah kasus pidana yang menjerat beberapa pejabat maupun pegawai di lingkungan lembaga tersebut karena korupsi.
"BPK sangat menyesalkan dan pada kesempatan ini sekaligus kami meminta maaf kepada masyarakat atas berbagai kejadian belakangan ini yang diduga melibatkan oknum BPK," kata Inspektur Utama BPK Nyoman Wara pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Pada kesempatan yang sama, Nyoman mengatakan bahwa pihaknya akan menghormati dan mendukung proses penegakan hukum khususnya atas kasus yang terjadi di Sorong. Dia turut menyampaikan bahwa lembaganya secara internal tidak memberikan toleransi terhadap hal tersebut baik dari sisi etik maupun kedisiplinan pegawai.
Nyoman, yang pernah menjadi kandidat calon pimpinan KPK, menyebut akan terus meningkatkan upaya penegakan integritas, independensi, dan profesionalisme di tubuh BPK.
"Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada KPK yang telah turut membantu proses pembersihan internal di BPK," tuturnya.
Dalam catatan Bisnis, oknum BPK maupun pejabat BPK terseret kasus korupsi atau suap bukan suatu hal yang baru. Berikut daftar kasus yang menjerat oknum pemeriksa maupun anggota BPK:
Kasus Rizal Djalil
Rizal Djalil adalah mantan anggota BPK. Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Rizal Djalil dengan pidana 4 tahun penjara denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Rizal Djalil terbukti menerima suap senilai S$100 ribu atau Rp 1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo. Suap itu diberikan Rizal mengupayakan PT Minarta Dutahutama menjadi pelaksana Proyek Pembangunan Jarigngan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria pada Kementerian PUPR.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 6 tahun penjara denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim pun tidak menjatuhkan pidana tambahan kepada Rizal Djalil. Jaksa sebelumnya menuntut hakim menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp 1 miliar kepada Rizal sesuai dengan uang yang diterima Rizal Djalil dalam kasus suap di Kementerian PUPR.
Dalam menjatuhkan vonis hakim mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang memberatkan Rizal Djalil dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan tidak mengakui perbuatannya.
Sementara hal meringankan Rizal belum pernah dipidana, pernah mendapat Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berusia 65 tahun dan menderita penyakit hepatitis B dan hipertensi kronik.
Kasus Achsanul Qosasi
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi adalah tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi BTS 4G Kominfo.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi menjelaskan pihaknya telah memanggil Achsanul sebagai saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan uang sebesar kurang lebih Rp40 miliar terkait dengan jabatan.
"Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami temukan sebelumnya, disepakati kesimpulan telah ada cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan [Achsanul] sebagai tersangka," ujar Kuntadi di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2023).
Dia menjelaskan, tersangka langsung dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Achsanul diduga menerima uang sejumlah kurang lebih Rp40 miliar dari terdakwa eks Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH) di Hotel Grand Hyat, Jakarta Pusat pada 19 Juli 2022.
"Adapun pasal yang diduga dilanggar adalah Pasal 12B, Pasal 12E atau Pasal 5 ayat (2) huruf b juncto Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) UU TPPU," jelas Kuntadi.
Sebelumnya, nama Achsanul berinisial AQ memang kerap disebut oleh terdakwa kasus korupsi pembangunan menara pemancar sinyal atau BTS 4G Kominfo Galumbang Menak dalam persidangan, Senin (23/10).
Kasus Bupati Meranti
Sekadar catatan, Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil didakwa melakukan tiga perbuatan tindak pidana korupsi sekaligus di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.
Berdasarkan surat dakwaan KPK kepada Adil, politikus PKB itu disebut menjanjikan pemberian uang fee sejumlah Rp3 juta untuk setiap peserta umroh, yakni total 250 orang.
Oleh karena itu, dengan jumlah peserta umroh tersebut, suap yang diterima oleh Adil yakni Rp750 juta.
Adil juga didakwa memberikan suap kepada Ketua Tim Pemeriksa pada Badan Perwakilan Riau (BPK) Perwakilan Provinsi Riau Muhammad Fahmi Aressa.
Suap itu guna mengatur hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti TA 2022 serta predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian, Adil didakwa memberikan suap ke Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar.
Kasus Tukin ESDM
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga tengah mendalami dugaan penggunaan uang korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM, untuk mengondisikan temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur. Dia mengatakan dugaan itu masih didalami oleh para tim penyidik KPK.
"Sejauh ini yang diperkirakan demikian, karena memang ini juga untuk [tahun anggaran] 2021 2022, pasti sudah ada auditnya, tetapi kita masih dalami," ucap Asep di Gedung KPK, dikutip Kamis (30/3/2023).
Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM itu ditaksir merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. KPK memperkirakan ada sekitar 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, kendati jumlah tersebut belum dipastikan.
Lembaga antirasuah juga menduga uang yang dikorupsi itu digunakan untuk keperluan pribadi, membeli aset, dan termasuk operasional pemeriksaan BPK.
"Kemudian ada juga untuk 'operasional' gitu termasuk dugaannya dalam rangka untuk pemenuhan proses-proses pemeriksaan oleh BPK," jelas Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri secara terpisah, di Gedung Merah Putih, Senin (27/3/2023).
Kasus Ade Yasin
Kasus lain adalah perkaram mantan Bupati Bogor Ade Yasin yang menyuap tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jawa Barat senilai Rp1,93 miliar.
Adapun tim pemeriksa BPK Jawa Barat dimaksud adalah Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.
Duit itu diberikan Ade Yasin bersama-sama dengan Ihsan Ayatullah selaku Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada BPKAD Pemerintah Kabupaten Bogor (Pemkab Bogor), Maulana Adam selaku
Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Bogor dan Rizki Taufik Hidayat selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Sub Koordinator Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah 2 pada Dinas PUPR Pemkab Bogor.
Uang itu diberikan agar tim pemeriksa BPK Jabar mengkondisikan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Bogor mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).