Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Ketua MK terhadap Anwar Usman karena terbukti melanggar etik dalam penanganan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Terhadap putusan MKMK tersebut, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari satu orang anggota MKMK yaitu Bintan R. Saragih, yang berpendapat pemberhentian tidak dengan hormat bagi Anwar Usman.
"Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu pemberhentian tidak dengan hormat kepada Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi, in case Anwar Usman, karena Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," katanya dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa (7/11/2023).
Menurutnya, berdasarkan Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, sanksi terhadap "pelanggaran berat" hanyalah "pemberhentian tidak dengan hormat", dan tidak ada sanksi lain.
Itu sebabnya, Bintan memberi putusan pada pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sesuai aturan yang berlaku, dan sebagaimana tingkat pelanggaran kode etik yang terjadi dan terbukti.
Kendati demikian, satu hal yang menggembirakan dirinya adalah diskusi di antara anggota MKMK yang begitu substantif dalam merumuskan putusan ini.
Baca Juga
"Pendapat kami atas semua itu hampir sama, dan terjadi diskusi yang sangat substantif, namun saling menghormati dibarengi saling senyum," lanjutnya.
Diketahui, Anwar dilaporkan ke MKMK karena diduga melanggar kode etik karena memutus perkara yang berkaitan dengan keluarganya.
Anwar adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto usai putusan MK terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan MKMK, Anwar terbukti melanggar prinsip independensi, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, serta prinsip independensi dalam Sapta Karsa Hutama.