Bisnis.com, JAKARTA – Puluhan orang yang terdiri dari praktisi hukum hingga mahasiswa menggelar aksi diam di depan Gedung MK, Jakarta Pusat sebagai bentuk penolakan terhadap hak angket DPR terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (6/11/2023).
Berdasarkan pantauan Bisnis, para demonstran dalam aksi tersebut menutup mulut masing-masing menggunakan lakban hitam, seraya membawa poster bertuliskan pesan seperti 'kekuasaan kehakiman harus merdeka dari intervensi politik'.
Viktor Santoso selaku Ketua Umum Perhimpunan Pengacara Konstitusi mengatakan masyarakat dibuat bingung oleh upaya angket yang akan dilakukan oleh DPR kepada MK, karena hal tersebut tidak sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).
Menurutnya, Pasal 79 ayat (3) UU MD3 telah jelas menyatakan bahwa hak angket DPR terbatas pada penyelidikan terhadap pelaksanaan UU dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, dalam penjelasan pasal tersebut, pelaksanaan suatu undang-undang dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri, hingga kepala lembaga pemerintahan.
“Sudah sangat jelas bahwa Mahkamah Konstitusi bukan menjadi pihak yang dapat dilakukan angket oleh DPR,” ujarnya dalam pernyataan aksi.
Baca Juga
Itu sebabnya, dia bersama massa aksi lainnya melakukan aksi diam sebagai simbol bahwa masyarakat sudah tak dapat berkata-kata lagi dalam menyikapi rencana hak angket tersebut.
“Kami tolak dan lawan dengan menggunakan jalur konstitusional yang tersedia, salah satunya adalah melakukan aksi diam terhadap serangan politik kepada Mahkamah Konstitusi,” jelas Viktor.
Sebagai informasi, Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI Masinton Pasaribu meminta DPR menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki polemik putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan ini dianggap telah memuluskan jalan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Masinton merasa putusan MK nomor 90 itu sebagai tragedi konstitusi. Dia merasa MK telah mempermainkan konstitusi dengan pragmatisme politik yang sempit.