Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dulu Meminta Restu, Kini Jokowi Berpaling dari Megawati

Joko Widodo seorang pengusaha kayu yang meniti karier politiknya dari 0. Jalan terjal dilalui telah dilaluinya hingga menapaki puncak kariernya menjadi presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) terekam menerima sebuah foto dari Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III parpol berlambang Banteng moncong putih di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, pada Selasa (6/6/2023)./Dok. PDIP
Presiden Joko Widodo (Jokowi) terekam menerima sebuah foto dari Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III parpol berlambang Banteng moncong putih di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, pada Selasa (6/6/2023)./Dok. PDIP

Bisnis.com, JAKARTA - Joko Widodo (Jokowi), seorang pengusaha kayu yang meniti karier politiknya dari 0. Jalan terjal telah dilaluinya hingga menapaki puncak kariernya menjadi presiden.

Jenjang karier politik Jokowi tidak terlepas dari kepercayaan yang diberikan oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.

Bukannya berlebihan, tapi pada awalnya Megawati memang belum percaya kepada pengusaha kayu berbadan kurus yang saat itu menemuinya untuk maju dalam pemilihan walikota Solo.

Seperti yang dikisahkan dalam buku Jokowi Spirit Bantaran Kali Anyar, perjalanan Jokowi untuk menjadi Solo 1 kala itu tidaklah mudah.

Megawati saat itu sempat ragu untuk memberikan restu untuk Jokowi maju dalam pencalonan sebagai walikota.

"Kalau Ragu, pastilah, yang meragukan bukan hanya bu Mega, tokoh-tokoh Solo juga," kata FX Hadi Rudyatmo seperti yang dikutip pada buku tersebut.

Joko Widodo saat pemilihan walikota Solo/JIBI
Joko Widodo saat pemilihan walikota Solo/JIBI

Rudy menceritakan, perawakan Jokowi yang kurus dengan berat badan hanya 53 kilogram membuat putri dari Sang Proklamator itu ragu.

"Saat itu ketua umum, Ibu Mega tanya,'Apa jamin menang tho Rud? Apanya yang dijual? Masa wali kotamu kurus? Apa kamu mau wali kotamu kurus?" ucap Rudy menceritakan percakapan dengan Megawati.

Kesuksesan karier politik Jokowi juga tidak terlepas oleh kegigihan Rudy yang saat itu 'mati-matian' meyakinkan sang ketua umum.

Rudy bahkan sampai-sampai menggelar konvensi untuk menentukan pasangan yang akan diusung PDIP dalam Pilwalkot Solo kala itu. Ada beberapa nama dengan pamor lebih baik seperti Warsito Sanyoto, Farid Bares, Slamet Suryanto.

Duet Jokowi-Rudy menang dalam konvensi DPC PDIP Solo dengan raihan 252 suara pengurus DPC, PAC, dan ranting PDIP se-Solo.

Meski begitu, hingga surat rekomendasi diberikan kepada pasangan Jokowi-Rudy, keraguan Megawati masih belum hilang.

"Sebab lawannya bukan semabarang lawan. Lawan kaya, sedangkan saya calon wakil wali kota termiskin di Indonesia. Saya mau mendampingi asal berpihak pada masyarakat," ungkapnya.

Keraguan Megawati dibayar tuntas dengan kemenangan telak pasangan Jokowi-Rudy. Jargonnya 'Berseri Tanpa Korupsi' membuahkan kemenangan pasangan itu.

Pada periode kedua, pasangan Jokowi-Rudy bahkan memenangkan suara telak 90,09 persen tanpa banyaknya upaya kampanye yang dilakukan.

"Maka kami selama lima tahun ini, saya mau mengajak Jokowi untuk berbuat kepada masyarakat. Dan dia memang mengatakan, ingin berbuat juga, karena dia belum pernah berorganisasi, dari sekolah sampai kuliah," jelas Rudy.

Jokowi DKI 1

Joko Widodo bersama dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Pilkada DKI Jakarta 2012/JIBI
Joko Widodo bersama dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Pilkada DKI Jakarta 2012/JIBI

Kepemimpinan Jokowi di Kota Solo selama hampir 2 periode menjadi portofolio yang cukup baik dalam karier politiknya.

Berbekal pengalaman itu, Jokowi yang digadang-gadang untuk memimpin Ibu Kota.

Lagi-lagi, perlu restu dari Megawati untuk mendapatkan rekomendasi untuk bisa bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.

Dalam hal ini, Jusuf Kalla memiliki peranan penting dalam meluluhkan hati Presiden ke-5.

"You sudah pimpin Solo hebat. Coba kau pimpin Jakarta," kata Jusuf Kalla dikutip dari buku Jokowi Spirit Bantaran Kali Anyar.

Jusuf Kalla yang menceritakan kembali percakapannya dengan Jokowi saat itu menggambarkan keraguan Jokowi yang sulit untuk mendapatkan restu dari PDIP.

Keraguan Jokowi bukannya tanpa sebab, dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, PDIP mulanya berencana untuk mendukung gubernur petahana yakni Fauzi Bowo atau Foke.

"Lha bagaimana caranya. Melalui Pilkada? Terus pakai apa, pak? Wah saya tak ada izin dari DPP PDIP," ujar JK menirukan jawaban Jokowi.

Namun, Jusuf Kalla 'pasang badan' untuk meminta restu kepada Megawati agar merekomendasikan Jokowi maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2012.

"Sudahlah saya yang minta izin kepada Ibu Mega. Saya datang kepada Bu Mega dan bicara kepada beliau," tuturnya.

Perjalanan RI 1

Jokowi bersama dengan Puan Maharani
Jokowi bersama dengan Puan Maharani

Berjalan karier Jokowi tidak terhenti hanya pada DKI 1. Ambisinya untuk menduduki puncak terus menggebu.

Belum selesai masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dirinya sudah harus bertarung dalam Pemilihan Presiden 2014.

Megawati yang saat itu berusai 67 tahun, sebetulnya masih memiliki kesempatan untuk bertarung dalam Pilpres 2014. Megawati punya segudang pengalaman untuk maju.

Ibunda dari Puan Maharani itu punya segudang pengalaman di dunia perpolitikan Tanah Air. Namun, sepertinya Megawati lebih memilih untuk mengusung Jokowi saat itu.

Sosok yang 'menculiknya' ke Jakarta, kini menjadi pendampingnya untuk berkontestasi memperebutkan posisi RI 1 dan RI 2.

Keduanya berhasil menang dalam Pilpres 2014 dengan perolehan suara 53,15 persen, mengalahkan duet Prabowo-Hatta Rajasa yang hanya memperoleh 46,85 persen.

Capaian politik Jokowi kembali dilanjutkan dalam periode keduanya menjadi Kepala Negara. Duetnya dengan Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 kembali mengalahkan Prabowo yang berpasangan dengan Sandiaga Salahudin Uno.

Jokowi-Ma'ruf menang sebagai incumbent dengan perolehan suara 55,32 persen, sedangkan pasangan Prabowo-Sandi hanya memperoleh suara 44,68 persen.

Berpaling dari Megawati

Presiden Jokowi saat Rakernas PDIP
Presiden Jokowi saat Rakernas PDIP

Pada puncak karier politiknya sebagai presiden dan di penghujung masa jabatannya sebagai presiden, Jokowi justru berseberangan dengan sang ketua umum.

Perbedaan pandangan keduanya makin santer terlihat pada kontestasi Pilpres 2024 ini.

Megawati bersama dengan partai koalisinya memilih untuk mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sedangkan Jokowi memiliki manuver lain bersama dengan gerbong keluarganya.

Bahkan, gelombang pendukung yang bernamakan Relawan Pro Jokowi (Projo), sudah secara terang-terangan menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto yang menjadi lawan politik Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024.

Langkah bertolak belakang Jokowi dengan Megawati semakin ditunjukkan dengan pencalonan putra sulungnya yang juga merupakan kader dari PDIP, Gibran Rakabuming Raka untuk mendampingi Prabowo Subianto. Gibran maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024.

Sementara itu, putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep yang telah menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia telah mendeklarasikan dukungan partainya untuk pasangan Prabowo-Gibran.

Kader senior dari partai berlambang moncong putih itu, Adian Napitupulu berkomentar tegas terhadap manuver keluarga Jokowi dalam Pilpres 2024.

Adian mengaku kecewa dengan sikap Jokowi yang begitu cepat berubah kepada PDI-P. Padahal, segalanya telah diberikan. Dia pun menyinggung dukungan partainya saat pencalonan Walikota Solo dua periode, Gubernur DKI, hingga presiden dua kali.

"Dulu ada yang datang minta rekomendasi walikota dikasih. Lalu minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi. Lalu minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu minta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar," kata Adian di TVOne, Rabu.

Namun, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyatakan putra sulung Presiden Jokowi tersebut sudah berpamitan dengan dirinya.

Namun pamitan itu hanya soal menjadi cawapres Prabowo, dan bukan untuk keluar sebagai kader PDIP. Bahkan menurut Puan, Gibran tidak ada menyatakan niat akan keluar dari partai berlambang banteng bermoncong putih itu.

"Enggak ada, enggak ada mengembalikan KTA [Kartu Tanda Anggota PDIP], enggak ada. Hanya pamit untuk menjadi cawapres Pak Prabowo," ujar Puan di Gedung HighEnd, Jakarta Pusat, Rabu (25/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper