Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menilai komentar yang bakal calon wakil presiden sekaligus Menkopulhukam Mahfud MD perlu diklarifikasi.
Mahfud sebelumnya meragukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bisa menangani dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait putusan batas usia capres-cawapres dengan objektif.
“Ya Allah, apa benar ini komentarnya? Sebaiknya diklarifikasi dulu. Kalau benar ini sangat kasihan, tidak beradab,” cuit Jimly dalam akun Twitternya (@JimlyAs), Senin (23/10/2023) malam.
Jimly menyebut bahwa apa yang dilakukan Mahfud sangat tidak pantas jika dirinya masih menganggap dirinya sebagai pengamat atau kometator.
Terlebih, saat ini posisi dirinya masih sebagai Menkopolhukam dan sedang mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden Indonesia periode berikutnya.
“Padahal sudah diberi amanat untuk kerja sebagain Menko, apalagi mau jadi wapres. Mudah-mudahan ini salah kutip,” ujarnya.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya Mahfud MD meragukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bisa menangani dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait putusan batas usia capres-cawapres dengan objektif.
Mahfud menyebut, ada kemungkinan keputusan anggota MKMK terpengaruh uang alias bisa dibeli. Dia pun meminta masyarakat untuk kritis dan mengawal MKMK.
"Ya jangan terlalu optimistis juga karena kadang kala siapa yang akan menjadi majelis itu terkadang bisa dibeli juga, bisa direkayasa juga, 'Kamu yang jadi, kamu yang jadi, kamu yang jadi.' Jadi keputusan ini bisa saja terjadi jika situasi pengembangan dan pemenuhan hukum masih seperti sekarang," ujar Mahfud dalam diskusi dengan milenial di M Bloc, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023).
Lebih lanjut, Mahfud memang merasa Ketua MK Anwar Usman seharusnya tidak boleh mengadili perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memuluskan jalan ke keponakan, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam ajang Pilpres 2024.
Mantan ketua MK ini menjelaskan, seorang hakim notabenenya tidak boleh mengadili perkara yang berkepentingan diri sendiri ataupun berhubungan dengan kepentingan keluarganya. Menurutnya, itu asas yang tidak bisa dilanggar.