Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan penolakan gugatan batas usia maksimal calon presiden (capres) usia 70 tahun hari ini, Senin (23/10/2023).
Gugatan dengan nomor perkara 102/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro dengan pengalihan kuasa ke Aliansi 98.
Gugatan tersebut meminta uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Adapun bunyi gugatan tersebut agar batas usia capres maksimal 70 tahun dan tidak terlibat dalam pelanggaran HAM.
"Menyatakan permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Anwar Usman.
Lantas seperti apa sosok Ketua MK Anwar Usman yang membacakan penolakan atas gugatan usia capres maksimal 70 tahun?
Sebelumnya Anwar Usman sebagai Ketua MK juga disorot karena mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Baca Juga
Di sisi lain Anwar berstatus ipar Jokowi karena menikahi adik Presiden Joko Widodo (Jokowi) Idayati.
Keputusan tersebut menjadi sorotan karena dugaan politik dinasti yang disebut tengah dibangun oleh Jokowi.
Dengan putusan tersebut, memungkinkan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres.
Profil Anwar Usman
Dalam dunia peradilan Indonesia, nama Anwar Usman sudah tidak asing lagi. Ia saat ini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang keenam.
Anwar Usman, lahir pada 31 Desember 1956, memiliki latar belakang yang sangat berbeda dari mayoritas pejabat di lingkaran peradilan.
Ia berasal dari Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Anwar adalah seorang guru honorer yang memiliki minat dalam seni, bahkan pernah terlibat dalam dunia perfilman.
Perjalanan Anwar dimulai saat ia meninggalkan orang tuanya untuk menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Bima setelah lulus dari SDN 03 Sila Bima pada tahun 1969. Setelah menyelesaikan pendidikannya di PGAN, ia merantau ke Jakarta dan mulai bekerja sebagai guru honorer di SD Kalibaru.
Meskipun sibuk mengajar, Anwar terus mengejar pendidikan lebih lanjut di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta. Selama masa kuliahnya, ia aktif dalam kegiatan teater yang dipandu oleh Ismail Soebarjo dan menjadi anggota Sanggar Aksara.
Setelah berhasil meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1984, Anwar mencoba peruntungan dengan mengikuti tes untuk menjadi calon hakim. Keberuntungan berpihak padanya, dan pada tahun 1985, ia diangkat sebagai Calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor.
Prestasi tertinggi dalam karier Anwar di dunia peradilan adalah ketika ia menjabat sebagai hakim konstitusi. Ia pernah menduduki berbagai jabatan di Mahkamah Agung, termasuk sebagai asisten Hakim Agung pada periode 1997-2003 dan Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003-2006.
Pada tahun 2010, Anwar meraih gelar doktor di bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kemudian, pada tahun 2011, ia dilantik sebagai hakim konstitusi.
Pada tahun 2016, Anwar Usman kembali menduduki posisi hakim konstitusi. Namun, pencapaian terbesarnya datang pada tanggal 2 April 2018 ketika ia terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, posisi tertinggi dalam lembaga ini.
Selain karier cemerlang di dunia peradilan, Anwar Usman juga memiliki pengalaman unik di dunia perfilman. Pada tahun 1980, ia diajak untuk berakting dalam sebuah film yang disutradarai oleh Ismail Soebarjo. Film ini melibatkan aktor dan aktris ternama seperti Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan, dan Rini S Bono.