Bisnis.com, JAKARTA - Isu reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju kembali mengemuka usai nama dua menteri Jokowi banyak disebut para saksi di persidangan kasus korupsi.
Dua menteri tersebut adalah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau lebih dikenal dengan Dito Ariotedjo dan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Terkait isu reshuffle tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih irit bicara. Apalagi 4 Oktober 2023 besok bertepatan dengan Rabu Pon, tanggal sakral Jokowi merombak kabinetnya.
"Dengar dari mana?" katanya usai menghadiri agenda Istana Berbatik di halaman Istana Merdeka, Minggu (1/10/2023).
Dugaan Kasus Mentan Syahrul Yasin Limpo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengumpulkan alat bukti untuk memastikan keterlibatan Mentan Syahrul Yasin Limpo di dugaan kasus korupsi di lingkungan Kementan.
Namun, kabar yang santer beredar adalah KPK telah menetapkan Syahrul sebagai tersangka, meskipun belum ada pengumuman resmi terkait itu.
Baca Juga
"Iya, benar [Syahrul Yasin Limpo tersangka]," demikian konfirmasi dari sumber Bisnis terkait dengan status hukum Menteri Pertanian itu, Jumat (29/9/2023).
KPK mengungkap terdapat tiga klaster kasus pada dugaan korupsi di Kementan yang sudah naik ke tahap penyidikan.
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan sebelumnya bahwa sebelumnya penyidikan yang tengah dilakukan di Kementan terkait dengan pemerasan dalam jabatan sebagaimana dalam pasal 12 e Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kini, penyidik KPK telah menetapkan dua pasal lain yang diduga dilanggar dalam kasus di Kementan yakni mengenai dugaan gratifikasi dan pencucian uang.
"Informasi yang terakhir dari teman-teman penyidik juga sudah ditetapkan pasal-pasal lain yaitu dugaan gratifikasi dan juga tindak pidana pencucian uang. Jadi pertanyaan tiga klaster saya kira sudah terjawab ya," kata Ali kepada wartawan, Senin (2/10/2023).
Dalam proses penyidikan, KPK tercatat telah menggeledah rumah dinas Mentan Syahrul dan mengamankan sejumlah alat bukti berupa uang, dokumen fisik, dan dokumen elektronik.
Yang mengejutkan adalah, KPK menemukan belasan pucuk senjata api di rumah dinas sang menteri.
"Mengenai senjata api, kami ingin jelaskan begini saja, karena dalam proses penggeledahan tentu yang kami ambil dan analisis adalah yang bekaitan dengan perkara. Apa betul ada senpi, kami ingin jelaskan bahwa kami sudah berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah DKI Jakarta tentunya terkait temuan yang ada dalam penggeledahan itu," jelas Ali di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Dugaan Kasus Menpora Dito
Nama Menpora Dito Ariotedjo beberapa kali disebut oleh saksi di kasus korupsi BTS Kemkominfo yang telah menjerat Johnny Plate, eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
Dito disebut 'kecipratan' dana Rp27 miliar dalam proyek tersebut. Uang tersebut kemudian dikembalikan oleh seorang kurir ke Kejagung.
Atas tudingan itu, Menpora membantah dan memastikan tak terlibat di kasus korupsi BTS.
“Teman-teman pada tahu lah, berita gue lagi viral hari ini. Tapi karena gue tahu gue tidak salah, ya percaya diri saja, itu risiko yang harus diambil,” ujar Dito pada sela acara Ideafest 2023, Sabtu (30/9/2023).
Adapun, nama Dito mencuat saat Majelis Hakim yang mencecar Irwan mengenai dana yang dikeluarkan untuk mengamankan kasus tersebut.
Perinciannya, Irwan pertama kali menyerahkan Rp15 miliar kepada Edward Hutahaean, kemudian kepada seseorang bernama Windu Aji sebanyak dua kali sebesar Rp30 miliar.
Sementara itu, Dito disebut menjadi sosok terakhir yang disebut telah menerima uang pengamanan kasus dengan nominal Rp27 miliar.
"Ciri-ciri orangnya apakah tinggi besar?" tanya Hakim, dalam sidang Rabu (27/9/2023).
"Tinggi besar," kata Irwan.
"Apakah Dito itu Menpora sekarang?" tegas Hakim.
"Iya," jawab Irwan.
"Benar? Harus jelas. Kepentingan apa dia dengan masalah BTS ini, Rp27 M," lanjut hakim.
"Untuk penyelesaian kasus Yang Mulia," ungkap Irwan.
Sementara itu saksi sekaligus tersangka kasus dugaan korupsi BTS Kominfo, Windi Purnama menyampaikan bahwa ada aliran dana masuk ke kantong pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rp40 miliar.
Awalnya, Windi mengaku diminta oleh eks Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif untuk memberikan uang sejumlah uang ke pejabat BPK bernama Sadikin di parkiran Hotel Grand Hyatt.
"[Pejabat] Badan Pemeriksa Keuangan yang mulia [sebesar Rp40 miliar]," kata Windi.
Kemudian, Hakim Ketua Fahzal Hendri tercengang ketika uang puluhan miliar itu diberikan saat diparkiran dan mempertanyakan pecahan apa yang dibawa dalam koper tersebut.
"Ya Allah, Rp40 miliar diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar AS, dolar Singapura, atau Euro?" tanya Fahzal.
Windi kemudian menerangkan bahwa uang tersebut diantar ke Sadikin dalam pecahan dolar Singapura dan Amerika.
"Uang asing pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar AS dan dolar Singapura," jawab Windi.