Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai terlalu fokus dalam penyelesaian masalah investasi dan menyampingkan masalah psikologis anak-anak dalam konflik proyek strategis nasional Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan anak-anak di Pulau Rempang merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami trauma psikis atau psikologis dalam proses relokasi masyarakat Rempang.
"Komnas HAM betul [anak-anak kelompok rentan]. Tapi derita psikologis juga sangat mungkin disebabkan oleh pemindahan itu sendiri. Apalagi karena sejak awal anak-anak melihat bahwa ini adalah pemaksaan relokasi," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (24/9/2023).
Dia menyampaikan kondisi menyedihkan itu ditambah oleh sikap pemerintah yang hanya berfokus pada permasalahan investasi. Sebab, hal itu bisa dilihat dari pejabat sekelas Menteri yang diutus, yakni Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
"Menyedihkan, Pemerintah tutup mata terhadap risiko nyata itu. Terbukti, Pemerintah hanya mengutus Menteri Bahlil untuk 'meneduhkan suasana'. Dan, Menteri Bahlil tentu cuma fokus pada sisi investasi," tambahnya.
Padahal, Menteri yang berurusan dengan anak-anak, seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, tidak diperintahkan menemui warga Melayu Rempang.
Baca Juga
Dengan demikian, Reza menyoroti sikap pemerintah yang terkesan cuek dalam mengatasi permasalahan di kelompok masyarakat yang rentan dengan risiko trauma.
"Inilah potret Pemerintah memang tidak cukup ngeh bahwa anak-anak Rempang berhadapan dengan risiko trauma, depresi, kegagalan akademis, kendala bersosialisasi, dan konsekuensi buruk jangka panjang lainnya akibat dipaksa angkat kaki dari kampung halaman mereka," pungkas Reza.
Di samping itu, dia menerangkan bahwa masyarakat Rempang khususnya laki-laku merupakan satu-satunya dari masyarakat yang mempertahankan tanah aslinya di Rempang. Bahkan, aksi-aksi yang dilakukan merupakan luapan putus asa karena legislator bergeming untuk menjaga masyarakat yang diwakilinya.
"Lelaki dewasa Rempang itu bukan penjarah, penikmat huru-hara, atau penjahat yang mencari keuntungan instrumental rendahan," pungkasnya.