Bisnis.com, JAKARTA - Konflik di Pulau Rempang belum mereda. Proyek investasi pabrik kaca dan hilirisasi pasir kuarsa dengan nilai ratusan triliun di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menyisakan polemik bagi masyarakat tempatan.
Sebagian besar warga tak terima digusur dan direlokasi ke lokasi yang ditawarkan pemerintah. Pasalnya, warga merasa belum ada sosialisasi mengenai proyek investasi hingga skema dan besaran ganti rugi masih buram.
Tak pelak jika aliran unjuk rasa terjadi meskipun disayangkan berujung bentrok antara aparat dengan warga. Akibatnya, proyek investasi mandek dan ada risiko batal jika tak juga ditemukan jalan tengah.
Badan Pengusahaan (BP) Batam terus berupaya meyakinkan warga bahwa proyek Rempang Eco-City akan membawa dampak positif bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Pulau Rempang.
"Pertumbuhan realisasi investasi akan diimbangi dengan keterlibatan UMKM, dimana kemitraan strategis antara perusahaan besar dengan UMKM akan terus dikembangkan. Sehingga investasi yang masuk ke daerah akan memberikan dampak positif," kata Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait di Batam, Kamis (21/9/2023).
Lebih lanjut lagi, Tuty menjelaskan bahwa Batam saat ini bersaing dengan negara tetangga untuk merayu lebih banyak lagi investasi asing, khususnya investasi pabrik kaca milik Xinyi di Rempang.
Baca Juga
"Investasi ini sangat besar. Kita sedang berkompetisi untuk mendapatkan Investasi Rp175 triliun untuk Xinyi dan Rp381 triliun untuk PT Makmur Elok Graha [MEG], pengembang Rempang. Sedangkan rata-rata total investasi di Batam saja per tahun adalah sebesar Rp13,63 triliun," ucapnya.
Kehadiran Xinyi di Rempang dapat menarik investasi lainnya, sehingga tercipta ekosistem usaha yang berdampak bagi Kawasan (multiplier effect).
Jika Investor Lari, Batam Merugi
Tuty pun berpesan bahwa investasi ini telah menjadi perhatian khalayak luas. Menurutnya, polemik Pulau Rempang menjadi refleksi iklim investasi bagi para investor di Batam ke depannya.
"Sejumlah penolakan yang terjadi, dapat membuat citra Batam menjadi buruk dalam dunia investasi dan menurunkan tingkat kepercayaan investor terhadap Batam dan nama Indonesia secara lebih luas," tuturnya.
Investasi pabrik kaca ini juga diyakini akan membuka lapangan kerja yang luas.
"Kemudian, yang tak kalah penting adalah terbukanya lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat Rempang. Dengan adanya bonus demografi hingga 2040, maka pemerintah wajib menyediakan lapangan kerja seluasnya bagi generasi usia kerja yang berjumlah 70 persen dari populasi," ujarnya.
Investasi ini juga memberikan kesempatan anak penduduk tempatan, memperoleh haknya untuk mendapapatkan Pendidikan yang terpadu dan sukses di daerah sendiri.
"Bila investasi ini hilang, maka belum tentu ada kesempatan yang sama bagi anak muda Rempang untuk mendapat pendidikan vokasi industri, kemudahan beasiswa hingga menjadi tenaga kerja yang berkompetensi, sehingga bisa meraih kesempatan berkarier di daerah mereka sendiri. Mereka tak perlu pergi keluar wilayah untuk mencari pekerjaan," ungkapnya.
Dari sisi Infrastruktur, Rempang akan tertata rapi dan menjadi wilayah yang maju. Pemerataan pembangunan di Rempang mengalami akselerasi, serta peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan warga.
Pembangunan dermaga akan memudahkan masyarakat nelayan untuk berlayar dan beraktivitas maritim. Taraf Kehidupan sosial di Rempang akan bertumbuh dan merata.
"Kawasan Parisawata juga akan dikembangkan lebih optimal, sehingga wilayah ini tidak akan mengalami ketertinggalan. Maju namun tidak meninggalkan kearifan lokal yang telah ada," paparnya.
Terakhir, dengan program dari pemerintah ini, akan tercipta legalitas atas hunian penduduk di Kawasan Rempang dan Galang. Penataan pemukiman penduduk tempatan akan terinteregasi dengan fasilitas dan infrastruktur yang baik.