Bisnis.com, JAKARTA -- Warga Pulau Sangihe berhasil menghentikan rencana operasi penambangan emas oleh PT Tambang Mas Sangihe. Keberhasilan warga itu bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Putusan MA kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian ESDM dengan mencabut izin operasi perusahaan pada 8 September 2023. Namun demikian, pihak PT TMS mengklaim perusahaan masih memegang izin yang sah yakni berupa kontrak karya.
Tambang Mas Sangihe merupakan perusahaan pemegang Kontrak Karya generasi 6 dan telah melakukan eksplorasi sejak 1997. Pada 15 Oktober 2019, perusahaan ini telah memperoleh persetujuan tekno-ekonomi atas dokumen studi kelayakan dari Ditjen Minerba.
Berdasarkan persetujuan tekno-ekonomi dan persetujuan lingkungan dari Pemprov Sulut, PT TMS telah meningkatkan tahap menjadi tahap operasi produksi pada 29 Januari 2021.
Adapun pencabutan izin operasi PT TMS tertuang pada Keputusan Menteri ESDM No.13.K/MB.04/DJB.M/2023. Surat Keputusan (SK) Menteri itu diterbitkan sekitar delapan bulan setelah putusan Mahkamah Agung (MA) No.650 K/TUN/2022 pada 12 Januari 2023.
Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht itu pada pokoknya menolak permohonan kasasi Menteri ESDM dan PT TMS terkait tindak lanjut izin operasi perusahaan tersebut.
Baca Juga
Alhasil, berdasarkan SK Menteri ESDM tersebut, PT TMS dilarang untuk melaksanakan kegiatan operasi produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
"PT Tambang Mas Sangihe wajib melaksanakan seluruh kewajiban yang belum diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat Keputusan Menteri ini ditetapkan," demikian bunyi SK Menteri itu dikutip Bisnis, Minggu (17/9/2023).
Namun demikian, informasi yang dihimpun Bisnis mengungkap bahwa SK Menteri tersebut hanya mencabut izin operasi dari PT TMS. Sementara itu, kontrak karya dari perusahaan tersebut masih berlaku sehingga perusahaan masih bisa mengajukan kembali izin yang sempat dicabut ke Kementerian ESDM.
Menteri ESDM Arifin Tasrif pun menegaskan bahwa pihaknya telah memutuskan untuk patuh terhadap putusan MA. "Kita sudah ambil [keputusan], sudah memutuskan untuk ikut apa yang diputuskan oleh MA," ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (15/9/2023).
Langkah PT TMS Selanjutnya
Tepat sebulan sebelum SK Menteri ESDM No.13.K/MB.04/DJB.M/2023 diterbitkan, Jumat (8/9/2023), PT TMS baru saja mengumumkan penandatanganan kontrak baru dengan CV. Mahamu Hebat Sejahtera untuk mengoperasikan tambang dan memproduksi emas di Pulau Sangihe.
Dilansir dari situs resmi Baru Gold, induk usaha PT TMS, kontrak yang diteken dengan CV Mahamu Hebat Sejahtera yaitu guna melakukan operasi dan produksi di atas lahan tambang emas seluas 65 hektare (ha) secara bertahap. Nilai kontrak yang diteken itu senilai 670.000 dolar Kanada atau setara dengan sekitar Rp7,5 miliar.
Baru Gold dalam keterangan itu menyampaikan bahwa PT TMS memiliki izin dan secara hukum berhak untuk beroperasi, memperkerjakan kontraktor, dan menghasilkan emas di Pulau Sangihe. Mereka juga menyatakan komitmennya untuk mengikuti aturan dalam izin lingkungan yang berlaku.
Senior In-House Legal Counsel PT TMS Rico Pandeirot menjelaskan bahwa penandatanganan kontrak baru dengan CV Mahamu Hebat Sejahtera dilakukan sebelum terbitnya pencabutan izin operasi oleh Menteri ESDM. Merujuk pada informasi di situs resmi Baru Gold, kontrak baru itu ditandatangani pada 4 Agustus 2023.
Rico menjelaskan bahwa saat ini perusahaan sedang mengajukan kembali permohonan persetujuan izin operasi dengan melengkapi syarat-syarat yang ada. Selama pengajuan izin tersebut, katanya, perusahaan akan menghentikan sementara kegiatan operasi di Pulau Sangihe.
"Bahwa kami masih bisa melakukan kegiatan untuk menjaga areal konsesi dan aset-aset yang ada di Sangihe," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (17/9/2023).
Pemegang Kontrak Karya
Rico juga menegaskan bahwa PT TMS masih merupakan pemegang Kontrak Karya (KK) dengan Pemerintah. Adapun putusan MA yang memenangkan warga Sangihe pada awal tahun ini, lanjutnya, hanya membatalkan Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi atau salah satu tahapan dalam kontrak.
"Jadi kami masih memegang izin yang sah karena bukan kontrak yang dibatalkan," tuturnya.
Adapun melansir Minerba One Data Indonesia, PT TMS tercatat memiliki nomor perizinan kegiatan usaha berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM No.163.K/MB.04/DJB/2021.
PT TMS tercatat mengoperasikan luas lahan pertambangan emas 42.000 ha, dengan tanggal izin berlaku mulai 29 Januari 2021 hingga 28 Januari 2054.
Berdasarkan catatan Bisnis, sengketa hukum PT TMS bermula dari langkah sejumlah warga Pulau Sangihe menggugat keputusan Menteri ESDM yang memberi izin operasi terhadap perusahaan tersebut.
Gugatan itu didaftarkan oleh Elbi Pieter, Rabu (23/6/2021), salah satu warga Sangihe yang getol menolak rencana tambang.
Menurutnya, penambangan di salah satu pulau terluar itu hanya akan merusak ekosistem. Penolakan tersebut juga telah disampaikan oleh mendiang Wakil Bupati Sangihe Sulawesi Utara Helmud Hontong kepada Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu.
Awalnya, gugatan warga ditolak pada pengadilan tingkat pertama yakni PTUN Jakarta. Selanjutnya, warga mengajukan banding yang pada putusannya dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTPTUN) Jakarta.
Salah satu isi putusan banding adalah membatalkan putusan PTUN Jakarta. "Menerima permohonan banding dari para pembanding I dan pembanding II tersebut. Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 146/G/2021/PTUN.JKT tanggal 20 April 2022 yang dimohonkan banding."
Singkat cerita, Menteri ESDM dan PT TMS mengajukan kasasi kepada MA. Namun demikian, kasasi itu ditolak oleh MA sehingga putusan tersebut menguatkan pengadilan tingkat kedua.