Bisnis.com, JAKARTA - Perjuangan masyarakat Sangihe untuk meraih keadilan memasuki tahun kedua sejak deklarasi gerakan penyelamatan Pulau Sangihe sejak tahun lalu berbuah manis.
Sejak pertengahan 2022, Gerakan Save Sangihe Island (SSI) bersama Koalisi Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) telah menjalankan rangkaian langkah litigasi yakni dengan mengajukan gugatan hukum dan nonlitigasi.
Mereka menyampaikan data dan rekomendasi melalui audiensi di Komnas HAM, KLHK, KKP, KESDM, dan KSP untuk menegaskan kepada Kementerian Lembaga terkait agar menjalankan mandat dan kewenangannya melindungi Pulau Sangihe dan pulau-pulau kecil lain di Indonesia.
Yang terbaru Putusan Kasasi Mahkamah Agung pada 12 Januari 2023, telah menyatakan batal dan tidak sah peningkatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT TMS dan memerintahkan pencabutan SK Menteri ESDM No.163.K/MB.04/DJB/2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
Ketua Tim Hukum aliansi Save Sangihe Island (SSI) Revoldi Koleangan mengatakan bahwa pihaknya dan KORAL menilai Putusan Kasasi MA tersebut sebagai kemenangan warga Sangihe. Menurutnya, Pemerintah Indonesia perlu memberi contoh baik kepada masyarakat agar taat hukum, dengan cara segera melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Sifat Putusan MA adalah mengikat semua pihak atau erga omnes. Keberlakuan Putusan MA itu tidak hanya pada pihak yang mengajukan, tapi juga semua pihak, tidak terkecuali para pengambil kebijakan beserta rekomendasi dan izinizin pendukung SK Menteri ESDM tersebut," ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (20/1/2023).
Baca Juga
Sebelumnya, pada 29 Agustus 2022, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta dalam keputusan No.140/B/2022/ PTTUN.JKT telah memutuskan batal dan tidak sah SK Menteri ESDM No. 163.K/MB.04/DJB/2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT TMS, dan meminta Menteri ESDM mencabut SK tersebut.
Dalam Putusan PT TUN Jakarta itu juga disampaikan temuan penting lainnya. Majelis hakim menemukan nihilnya keterlibatan masyarakat terdampak langsung dan masyarakat adat dalam menyusun analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Dengan dasar temuan ini, Menteri ESDM terbukti melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya tertera dalam salinan Putusan PT TUN Jakarta yang sama yakni bukti bahwa, PT TMS belum memiliki Izin Pemanfaatan Pulau untuk usaha pertambangan di Pulau Sangihe dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Izin Pemanfaatan Pulau merupakan hal yang mutlak dalam Pasal 26A UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K).
“Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP] harus menjadi panglima penyelenggaraan mandat UU PWP3K, khususnya untuk perlindungan Pulau Sangihe, Pulau Wawonii dan pulau kecil lainnya dengan keterancaman yang kurang lebih sama,” ujar Koordinator Sekretariat KORAL Mida Saragih.
Putusan Kasasi MA telah menyatakan batal dan tidak sah peningkatan operasi produksi Kontrak Karya pertambangan emas PT TMS di Pulau Sangihe. Peristiwa ini dapat dimaknai sebagai keadilan yang dapat diraih.
"Semoga ini mempertebal semangat masyarakat Pulau Wawonii yang sedang memperjuangkan tanah kelahirannya melawan PT Gema Kreasi Perdana [GKP] melalui jalur hukum di PTUN Kendari," imbuh Mida.
Putusan sidang PTUN Kendari untuk kasus tersebut akan dibacakan pada tanggal 2 Februari 2023. SSI dan KORAL meminta Pemerintah Indonesia beserta Lembaga Peradilan di Indonesia agar senantiasa berpihak kepada perjuangan masyarakat pulau kecil melawan pertambangan.