Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto tak setuju apabila Pilpres 2024 disamakan dengan Pilpres 2014, hanya karena bakal calon presiden Prabowo Subianto kembali diusung oleh koalisi banyak partai politik (parpol).
Dia berpendapat, suasana jelang Pilpres 2024 beda jauh dengan Pilpres 2014. Terutama, lanjutnya, kini Prabowo ada di dalam koalisi pemerintahan.
"Dulu Pak Prabowo berhadap-hadapan dengan pemerintah [oposisi pemerintahan Presiden SBY], sekarang kan Pak Prabowo di pemerintahan [koalisi pemerintahan Presiden Jokowi]," jelas Yandri di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Pusat, Senin (14/8/2023).
Sementara itu, pada 2014 Prabowo tak didukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar. Sementara kini, PKB dan Golkar merapatkan ke koalisi pendukung Prabowo.
"Dan sekarang Pak Jokowi kan enggak maju, tinggal Pak Prabowo kan yang paling top dan paling populer sekarang dan paling tinggi surveinya," lanjut Yandri.
Wakil Ketua MPR ini pun memahami apabila ada pro-kontra di tengah masyarakat jelang terkait pilihan politik PAN dan Partai Golkar yang mendukung Prabowo. Namun, lanjutnya, dia berharap tidak ada kampanye hitam dalam kontestasi pilres tahun depan.
Baca Juga
"Biasa, pro-kontra positif-negatif itu biasa. Tinggal masing-masing koalisi itu menampilkan yang terbaik di depan rakyat, jangan saling menghina. Jangan saling mendegradasikan, saya kira enggak apa-apa, itu bagian dari lecutan bagi kami untuk terus melakukan konsolidasi supaya menang," ujar Yandri.
Sebelumnya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan mendeklarasikan dukungan atas pencapresan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Deklarasi itu dilakukan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat pada Minggu (13/8/2023).
Dengan begitu, kini koalisi pendukung Prabowo diisi oleh empat parpol parlemen antara lain Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, dan PAN.
Menanggapi itu, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah mengatakan pihaknya sangat menghormati pilihan dan kedaulatan masing masing partai. Bahkan, dirinya menilai langkah tersebut ini mencerminkan tumbuhnya demokrasi dengan baik.
Menurutnya, langkah tersebut tak mengendurkan optimisme bagi PDIP dan mitra koalisi dalam menggalang dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai bacapres 2024.
Said menilai kejadian serupa telah terjadi pada pemilihan presiden (pilpres) 2014, saat itu Jokowi dan Jusuf Kalla hanya diusung oleh PDI Perjuangan, PKB, Nasdem, Hanura dan PKPI.
“Walaupun saat itu dari sisi jumlah dukungan partai di pilpres kami kalah jauh, tetapi dengan soliditas dan kerja politik yang kuat di akar rumput terbukti pasangan Jokowi-JK justru mampu memenangkan pilpres dengan perolehan suara 53,15 persen, sementara Prabowo Hatta 46,88 persen,” ujarnya lewat rilisnya, Minggu (13/8/2023).