Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memberikan usulan untuk mengembalikan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), salah saatunya adalah memilih dan melantik Presiden.
Usulan ini menjadi bagian dalam rencana amanden UUD 1945 belakangan kembali mengemuka.
Dalam Fokus Grup Diskusi Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mattalitti menyampaikan, proposal tersebut ditujukan menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.
DPD RI, secara kelembagaan dan melalui keputusan Sidang Paripurna tanggal 14 Juli 2023 juga telah memutuskan mengambil sebuah inisiatif kenegaraan untuk menawarkan kepada seluruh stakeholder bangsa dan negara, agar kembali menjalankan dan menerapkan Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Para Pendiri Bangsa, yang disempurnakan dan diperkuat.
Adapun, salah satu poin dalam proposal tersebut untuk mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dan sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan yang menampung semua elemen bangsa.
"MRP menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik kedaulatan sekaligus sebagai sebuah sistem tersendiri. Bukan sistem yang dicopy-paste dari sistem barat atau timur. MPR yang diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu dan diutus oleh kelompok dengan pola bottom up," paparnya, dikutip Sabtu (12/8/2023).
Baca Juga
MPR juga akan bertugas yang menyusun haluan negara sebagai panduan bagi kerja Presiden.
Kemudian, MPR juga yang akan memilih dan melantik Presiden, menetapkan TAP MPR sebagai produk hukum, serta MPR mengevaluasi kinerja Presiden di akhir masa jabatan.
Di samping proposal tersebut, ada pula empat proposal lainnya, yang kedua yakni untuk membuka peluang bagi anggota DPR RI bisa berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik.
Ketiga, memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme bottom up, bukan ditunjuk oleh Presiden seperti yang terjadi di era Orde Baru.
Keempat, DPD RI mengajukan proposal agar memberikan ruang kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan tinjauan (review) dan memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden.
Kelima, DPD RI meminta untuk menempatkan dengan tepat tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.
"Mengapa perlu penyempurnaan dan penguatan tersebut? Selain agar sistem bernegara tersebut benar-benar memiliki tolok ukur saluran kedaulatan rakyat, juga untuk menjawab adanya anggapan bahwa sistem rumusan para pendiri bangsa kita identik dengan sistem era Orde Baru," tegas LaNyalla.
Penyempurnaan dan penguatan tersebut, lanjut LaNyalla, perlu dilakukan sebagai sebuah ikhtiar untuk mencegah terulangnya praktik pemerintahan yang salah di masa lalu, dan memastikan kedaulatan rakyat benar-benar terjamin.
"Sehingga dengan kedaulatan tersebut, rakyat sebagai pemilik negara ini dapat menentukan masa depannya. Sekaligus mewujudkan cita-cita tertinggi dari lahirnya negara ini, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," imbuhnya.