Konteks dan Hukuman
RI dan AS sama-sama menggunakan sistem demokrasi dalam pemerintahannya. Demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya.
Kebebasan mengutarakan pendapat menjadi poin yang mendapat perhatin lebih dari sistem demokrasi ini.
Pada tahun 2012 lalu di Amerika Serikat, ada sebuah kejadian tentang penggunaan kata kasar dari masyarakat sipil kepada penegak hukum.
William Barboza dihentikan oleh polisi di bagian utara New York dan kemudian diberi tilang karena ngebut. Dia memutuskan untuk mengaku bersalah dan mengirimkan dendanya ke kantor panitera.
Akan tetapi di formulir pembayaran, dia menulis "persetan dengan pelacur kota menyebalkanmu". Ia kemudian ditangkap namun segera dibebaskan.
Hakim dalam sidang perkara tersebut mengatakan bahwa penangkapan Barboza telah melanggar Amandemen Pertama untuk berbicara dengan bebas.
Baca Juga
Hukum di Indonesia
Demikian pula dengan Rocky. Rocky Gerung telah memberikan respons terhadap laporan yang dilayangkan oleh sejumlah pendukung Jokowi tersebut.
Dalam hal ini, Rocky mengatakan bahwa pernyataan ekspresinya merupakan salah satu bentuk kebebasan berpendapat.
"Saya berhak untuk mengajukan pandangan politik saya, sama seperti saya menghormati para pemuja dan pemuji Jokowi, kan saya enggak laporin ke Bareskrim mereka, walaupun kita tahu ini menghina akal sehat," kata Rocky.
Ada dua perspektif dalam hal ini. Pertama, Rocky dikenal sebagai kritikus dengan berlandaskan filosofis yang bebas. Oleh karena itu, tidak ada batasan pendapat dan komentar Rocky karena dilindungi oleh undang-undang.
Kedua, yang diserang Rocky adalah kinerja Presiden bukan Joko Widodo secara personal. Itu artinya, tak ada penghinaan secara pribadi (antara Rocky dan Jokowi) namun menyangkut kemaslahatan orang banyak (kinerja Presiden).
Pada 2021 lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly pernah menyebut bagian penting tentang pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan dihidupkan lagi.
Dilansir dari situs Kemenkunham, pasal ini nantinya bukan untuk membatasi kritik.
Melainkan, karena setiap orang memiliki hak hukum untuk melindungi harkat dan martabatnya. Menkumham Yasonna juga menyebut pasal ini sebagai penegas batas yang harus dijaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.
"Kalau saya dihina orang, saya mempunyai hak secara hukum untuk harkat dan martabat. Bukan sebagai pejabat publik. Saya selalu mengatakan, kalau saya dikritik bahwa Menkumham tak becus, lapas, imigrasi, tidak masalah dengan saya. Tapi kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya, misalnya saya dikatakan anak haram jadah, enggak bisa itu," ujarnya.
Menteri Yasonna Laoly memastikan, bahwa pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden ini sama sekali tak berniat membatasi kritik. Toh, menurutnya, peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia membuka ruang atas kritik tersebut.
"Bukan berarti mengkritik Presiden salah. Kritiklah kebijakannya dengan sehebat-hebatnya kritik, enggak apa-apa. Bila perlu, kalau tetap tidak puas, mekanisme konstitusional juga tersedia kok," tutur Yasonna.