Bisnis.com, JAKARTA -- Majelis Hakim mencecar saksi kasus korupsi proyek BTS 4G yakni Auditor Utama Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Doddy Setiadi, pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
Dalam persidangan tersebut, Doddy hadir sebagai saksi memberatkan untuk terdakwa Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Ahmad Latif, mantan Menkominfo Johnny G. Plate, serta Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto.
Kepada Doddy, Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menanyakan terkait dengan fungsi pengawasan Itjen Kominfo terhadap pembangunan menara pemancar atau BTS 4G di bawah Bakti Kominfo. Hakim mencecar Doddy mulai dari mekanisme penggunaan anggaran, hingga keberlangsungan pekerjaan proyek.
Awalnya, Fahzal bertanya tupoksi Itjen Kominfo saat proses pelelangan. Dia mendapati bahwa Itjen sudah mencermati terkait dengan keberlangsungan proyek, namun menilai bahwa kurangnya tindakan yang dilakukan sehingga proyek molor dari target yang ditetapkan.
"Saya tanya, Inspektorat Jenderal bekerja sesuai tupoksinya atau tidak terhadap proyek BTS ini? Jawab saja, kalau tidak bilang saja tidak. Kalau sesuai kok begini, Pak?," ujarnya pada persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
Berdasarkan kesaksian Doddy, proses pelelangan terhadap vendor disebut berjalan dengan semestinya kendati harga perkiraan sendiri (HPS) disebut masih kurang terperinci. Namun demikian, lanjutnya, tim Itjen Kominfo mengaku belum melihat adanya "kejanggalan" dalam proyek tersebut.
Baca Juga
"Kalau kami tahu [ada kejanggalan] pasti kami sampaikan, tetapi pada saat itu kami tidak melihat adanya indikasi," tuturnya di hadapan Majelis Hakim.
Setelah itu, Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri kembali menggali lebih dalam kepada Doddy terkait dengan pengawasan Itjen Kominfo pada proyek BTS 4G.
Dari kesaksian Doddy, Hakim mengonfirmasi bahwa Itjen mengetahui pembangunan BTS tidak sesuai dengan target (deadline) pada 31 Desember 2021, yang disepakati sesuai dengan kontrak kerja. Pada saat itu, pembangunan ditargetkan rampung keseluruhannya untuk sebanyak 4.200 BTS.
Akan tetapi, para vendor yang sudah menerima pembayaran baru menyelesaikan sekitar 600 BTS. Doddy awalnya mengatakan bahwa terdapat kendala keamanan dan persoalan logistik material proyek khususnya di daerah Papua.
Namun, pada akhirnya dia mengakui bahwa para mitra yang ditunjuk sebagai vendor gagal untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan kontrak.
"Kelihatannya memang kapasitas kemampuan dari mitra yang ditunjuk juga tidak bisa melaksanakan sesuai dengan kecepatan," ujar Doddy kepada Majelis Hakim.
Pejabat Kominfo itu juga lalu mengakui bahwa proyek juga tak kunjung selesai sesuai dengan target perpanjangan proyek yakni Maret 2022. Pada saat itu, Doddy menyebut baru sebanyak 1.695 BTS yang baru selesai namun biaya proyek tetap sudah dibayarkan secara keseluruhan kepada vendor.
Adapun pagu anggaran yang diusulkan untuk pembangunan 4.200 BTS 4G mencapai sekitar Rp12,5 triliun untuk 2020 dan 2021. Informasi tersebut digali dari kesaksian Kepala Biro Perencanaan Kominfo Arifin Saleh Lubis.
3 Saksi Dikonfrontasi
Untuk diketahui, persidangan kasus BTS hari ini menghadirkan tiga orang saksi yaitu Kasubdit Monitoring dan Evaluasi Jaringam Telekomunikasi Indra Apriadi, Kepala Biro Perencanaan Arifin Saleh Lubis, serta auditor utama Inspektorat Jenderal (Irjen) Kominfo Doddy Setiadi.
Ketiga saksi diperiksa secara langsung dan bersamaan untuk terdakwa Anang Achmad Latif, Johnny G Plate, dan Yohan Suryanto hari ini, Selasa (1/8/2023). Ketiga saksi itu sebelumnya dijadwalkan untuk diperiksa pada pekan lalu, namun diundur lantaran persidangan untuk saksi sebelumnya berlangsung terlalu lama.
"Tiga orang kita satukan saja [pemeriksaannya] karena saling berhubugan antara satu dengan yang lain. Jadi bisa dikonfrontasi sekalian, jadi kita tidak bolak-balik," kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri di awal persidangan hari ini.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa perbuatan sebanyak tujuh orang terdakwa termasuk Anang, Johnny, dan Yohan, merugikan keuangan negara hingga Rp8,03 triliun. Angka itu didapatkan dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Bahwa perbuatan Terdakwa Johnny Gerard Plate bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama, Muhammad Yusrizki Muliawan, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8,03 triliun," terang Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023).