Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti peran lembaga surveyor dalam kasus dugaan ekspor ilegal 5 juta ton ore nikel atau bijih nikel ke China.
KPK melalui Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V sebelumnya menemukan dugaan ekspor ilegal bijih nikel pada periode Januari 2020 hingga Juni 2022.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan awalnya bahwa ada dua kemungkinan modus yang dilakukan pada praktik ekspor nikel itu. Pertama, terkait dengan perbedaan kandungan yang menyebabkan perbedaan definisi nikel antara Indonesia dan China.
Seperti diketahui, berdasarkan data yang dihimpun oleh Satgas Korsup V KPK, Bea Cukai China mencatat bahwa Indonesia mengekspor 5 juta ton ore nikel ke negara tersebut selama Januari 2020 hingga Juni 2022.
Sementara itu, dengan HS code yang sama, Indonesia mendokumentasikan nihil bijih nikel yang diekspor ke luar negeri sejak pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri ESDM No.11/2019.
"Apa sih istilah nikel di China dengan di kita. Jadi, kalau pasir besi di kita itu yang kandungannya di bawah 0,17, kalau di China di bawah 0,05. Jadi, kalau ekspor kandungan 0,12 dibawa ke China, di sini namanya pasir besi, di sana [China] namanya nikel," tuturnya kepada wartawan, Selasa (18/7/2023).
Baca Juga
Seperti diketahui, Satgas Korsup V KPK menilai ekspor bijih nikel itu ilegal lantaran menyalahi aturan pemerintah yang dituangkan pada Peraturan Menteri ESDM No.11/2019 itu. Peraturan tersebut diterbitkan guna mendorong penghiliran bijih nikel di dalam negeri.
Kedua, adanya titik kelemahan pengawasan KPK pada lembaga surveyor nikel. Untuk itu, lembaga antirasuah tengah melakukan sampling dari data 5 juta ton ore nikel tersebut guna menemukan berapa sebenarnya kandungan nikel yang ada di dalamnya.
"Jangan-jangan dia bilang ini pasir besi, tetapi sebenarnya ada nikelnya sedikit, dia tidak cantumkan. Misalnya itu. Jadi banyak kemungkinannya, tapi tidak banyak areanya, cuma di daerah surveyor sama penerima di China," tutur Pahala.
Koordinator Stretagi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) itu lalu mengakui bahwa titik lemah pengawasan dan pencegahan aparat penegak hukum berada pada laporan surveyor. Dia menyebut bahwa KPK pun percaya bahwa surveyor berlaku profesional.
"[Misalnya] kalau batu bara-nya [mengandung] 3.000 kalori ditulis 3.000 misalnya begitu. Kuantitas beton 3.000 kalorinya, kita kan percaya surveyor itu profesional. Nah, itu rasanya mesti kita lihat lagi sekarang," terang Pahala.
Dengan demikian, kini Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK tengah mendalami soal laporan surveyor terkait dengan temuan ekspor ore nikel itu.
Sejalan dengan itu, KPK bakal mendorong agar laporan surveyor berbagai komoditas dimasukkan ke dalam sistem digital terintegrasi atau tidak terpisah.
Pahala membantah bahwa dugaan kecurangan pada surveyor merupakan modus baru dalam praktik ekspor-impor. Namun demikian, dia membenarkan bahwa lembaga antikorupsi akan memperluas area pengawasan di lembaga surveyor, bahkan tidak hanya menyasar ke komoditas nikel saja.
"Tetapi benar area baru yang mau kita liat sekarang soal laporan surveyor, itu nikel di situ, batu bara di situ,".
TEMUAN KPK
Sebelumnya, KPK melalui Satgas Korsup Wilayah V mengendus dugaan ekspor ilegal 5 juta ton ore nikel melalui data Bea Cukai China yang dikaji oleh lembaga antikorupsi tersebut.
Dari data kajian yang diperoleh Bisnis, ekspor nikel yang dilakukan China usai pelarangan oleh pemerintah mencapai 5 juta ton lebih ore nikel.
"[Dugaan ekspor ilegal ore nikel] Januari 2020 sampai dengan Juni 2022. Sumber website Bea Cukai China," ujar Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria saat dihubungi Bisnis, Jumat (23/6/2023).
Dian mengatakan data yang dikaji dari Bea Cukai China itu tidak menyertakan informasi secara terperinci mengenai daerah asal ekspor. Namun demikian, ada dugaan kuat ekspor itu berasal dari wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan Bisnis, beberapa daerah penghasil nikel di Indonesia meliputi Morowali, Sulawesi Tengah dan Halmahera Tengah, Maluku Utara.
"Di web China tidak ditemukan [asal ekspor daerah di Indonesia]. Mestinya berasal dari lumbung ore nikel Sulawesi dan Malut," ujarnya.
Dian mengatakan saat ini hasil kajian satgas yang dipimpinnya itu sudah berada di Direktorat Monitoring di bawah Kedeputian Monitoring dan Pencegahan KPK. Temuan itu akan dikaji lebih lanjut guna menghasilkan rekomendasi untuk langkah KPK selanjutnya.
"Teman-teman [Direktorat] Monitoring sedang kajian. Nanti kita lihat rekomendasi seperti apa ya. Saya fungsi koordinasi dan supervisi pencegahan," lanjutnya.
Di sisi lain, Dian menilai temuan dari satgasnya ini belum bisa dikaitkan dengan unsur tindak pidana korupsi. Namun demikian, apabila ke depannya ditemukan demikian, maka KPK bakal mengusut lebih jauh temuan tersebut hingga ke proses hukum.
"Masih jauh [untuk ditindaklanjuti ke penindakan]. [Dugaan] korupsi jika ada misal aliran suap ke penyelenggara negara," terangnya.