Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyidikan kasus suap yang menjerat Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan, bakal dikembangkan juga ke arah dugaan pencucian uang.
Jerat TPPU digunakan untuk menelusuri aset-aset hasil korupsi yang disamarkan dan disembunyikan oleh pelaku.
Kasus Hasbi Hasan sempat disoroti berbagai pihak termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Pada rapat bersama Komisi III DPR Maret 2023, Mahfud sempat menyinggung bahwa Hasbi patut diperiksa terkait dengan dugaan pencucian uang.
Saat itu, Hasbi belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penanganan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Mahfud menyebut Hasbi memiliki beberapa aset mewah dan disamarkan. Menurutnya, hal tersebut merupakan pencucian uang.
Baca Juga
"Sekretaris Mahkamah Agung itu punya mobil mewah berapa, mobilnya disimpan di tempat lain, pelatnya diganti, Kan muncul itu di PPATK [Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan]. Itu pencucian uang, harus diperiksa," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Setali tiga uang dengan Mahfud, Ketua KPK Firli Bahuri juga memastikan akan menerapkan prinsip follow the money. KPK akan selalu menyertakan tindak pidana pencucian uang dalam setiap penanganan perkara, termasuk dalam kasus Hasbi Hasan.
"Kami KPK selalu menyertakan tindak pidana pencucian uang di dalam penanganan tindak pidana korupsi, karena sesungguhnya tentu kita melakukan tindak pidana korupsi itu adalah juga harus mengembalikan kerugian negara," jelas Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, dikutip Kamis (13/7/2023).
Firli lalu mengatakan bahwa jerat tindak pidana pencucian uang (TPPU) bisa menjadi efek jera bagi pelaku korupsi.
Adapun KPK sebelumnya juga telah menyita dua mobil mewah milik Hasbi Hasan berjenis Ferarri dan McLaren.
LHKPN Cuma Rp2 Miliar
Sementara itu, berdasarkan situs resmi elhkpn.kpk.go.id, pejabat MA yang baru saja menjadi tahanan KPK itu terakhir melaporkan harta kekayaannya dengan total nilai Rp2,47 miliar pada 2019.
Saat itu, Hasbi belum menjabat sebagai Sekretaris MA, melainkan masih pada jabatan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan.
Untuk diketahui, Hasbi diangkat menjadi Sekretaris MA pada 20 Desember 2020. Dengan demikian, Hasbi tercatat belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK selama menjabat sebagai Sekretaris MA.
Berdasarkan LHKPN terakhir yang dilaporkannya di 2019, Hasbi melaporkan kepemilikan tanah dan bangunan di Bekasi yang merupakan hibah tanpa akta senilai Rp1,72 miliar.
Kemudian, dia juga melaporkan dua kendaraan roda empat yakni Toyota Fortuner dan Honda BR-V, serta satu sepeda motor dari Honda, senilai Rp405 juta.
Lalu, dia turut menyertakan harta bergerak lainnya senilai Rp78 juta serta kas dan setara kas Rp275 juta.
Terima Suap Rp3 Miliar
Setelah lebih dari dua tahun menjabat Sekretaris MA, Hasbi kini tersangkut kasus suap penanganan perkara di MA. Dia mengikuti jejak pendahulunya yakni mantan Sekretaris MA Nurhadi yang juga tersangkut kasus suap dan gratifikasi, sekaligus pencucian uang.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, Hasbi merupakan tersangka ke-17 dalam kasus yang turut menjerat dua hakim agung yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Hasbi kini resmi menjadi tahanan KPK, lantaran diduga menerima uang Rp3 miliar terkait dengan penanganan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA.
Aliran dana senilai Rp3 miliar itu diduga diterima Hasbi dari debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka, lantaran ikut mengawal proses kasasi jaksa ke MA terkait dengan putusan pidana terdakwa Budiman Gandi Suparman.
"Besaran yang diterima HH [Hasbi Hasan] sejumlah sekitar Rp3 miliar," terang Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Rabu (12/7/2023).