Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Dirut Moratelindo Bantah Dakwaan Jaksa, Mengaku Diancam di Kasus BTS

Galumbang Menak dan Irwan Hermawan membantah dakwaan jaksa dan mengaku telah diancam dalam kasus tersebut.
Mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) Galumbang Menak didampingi direksi lainnya memberikan penjelasan mengenai kinerja perusahaan, usai due diligence meeting & investor gathering penawaran umum sukuk ijarah berkelanjutan I Moratelindo tahap I tahun 2019 dengan target dana yang akan dihimpun mencapai Rp3 triliun, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) Galumbang Menak didampingi direksi lainnya memberikan penjelasan mengenai kinerja perusahaan, usai due diligence meeting & investor gathering penawaran umum sukuk ijarah berkelanjutan I Moratelindo tahap I tahun 2019 dengan target dana yang akan dihimpun mencapai Rp3 triliun, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Penasihat hukum terdakwa kasus korupsi BTS Kominfo, Galumbang Menak dan Irwan Hermawan membantah dakwaan jaksa dan mengaku telah diancam dalam kasus tersebut.

Galumbang Menak telah menjadi terdakwa dalam kasus ini. Dia sebelumnya merupakan Direktur PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA).

Dia menyampaikan pihaknya telah melayangkan nota keberatan dan menolak dakwaan dari penuntut umum karena dianggap tidak mempunyai kaitan dengan proyek pembangunan pemancar 4G Kominfo. 

Misalnya, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak terjerat perkara ini karena telah memberikan nasehat yang bisa menguntungkan vendor kepada eks Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Achmad Latif.

Padahal, menurut Maqdir nasehat atau saran ini bisa saja digunakan ataupun ditolak oleh penerimanya.

"Kalau misalnya Pak Galumbang dianggap memberikan nasehat itu kan nasehat tidak mengikat itu, tergantung dengan siapa yang meminta nasihat itu apakah dia gunakan atau juga tidak, secara materil tidak pernah ditujukan mana nasehatnya Pak Galumbang mana yang dilakukan atau disetujui oleh Pak Anang." kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2023).

Kemudian terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), Maqdir juga menyebut Galumbang semestinya dijerat gratifikasi karena memberikan fasilitas golf senilai Rp427 juta bukannya tindak pidana.

"Pak Galumbang ini juga didakwa melakukan TPPU yaitu memberikan fasilitas untuk golf kepada bapak menteri senilai 427 juta. Mestinya itu bukan TPPU, karena uang itu adalah uangnya Pak Galumbang. Kalaupun mau beliau itu didakwa memberikan gratifikasi karena menurut saya itu tidak bisa suap, karena ini bukan berhubungan dengan pekerjaan tapi ini adalah fasilitas," tambahnya.

Sementara untuk Irwan, dia menegaskan dalam surat dakwaan yang menjeratnya dikatakan kliennya sudah menerima Rp119 miliar, namun dalam hal ini Irwan hanya bertindak sebagai kurir itu memberikan kepada beberapa pihak yang sering disebut X,Y dan Z.

"Nah, terhadap Irwan di dalam surat dakwaan yang didakwahkan itu dia sudah menerima uang 119 miliar rupiah, dan uang ini antara lain diberikan kepada pihak kementerian Kominfo juga diberikan kepada beberapa orang yang lain termasuk katanya itu Pak Johnny Plate dan juga kalau di dalam surat bap-nya Irwan dikatakan x, y, z," tutupnya.

Mengaku Diancam

Sementara itu Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak telah membacakan nota keberatan atau eksepsi atas keterkaitannya dalam kasus korupsi BTS 4G Kominfo.

Maqdir Ismail menyinggung keterlibatan kliennya dalam kasus ini terdapat pemerasan oleh pejabat dalam perkara mega proyek infrastruktur telekomunikasi ini. 

"Oleh karena itu, pasal-pasal yang didalilkan dalam Surat Dakwaan menjadi tidak tepat, karena kejadian korupsi yang didakwakan lebih cocok menjadi tindakan "pemerasan dan pengancaman" oleh pejabat atau setidak-tidaknya merupakan perbuatan penyuapan," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2023). 

Lebih lanjut, dia mengklaim bahwa pihaknya dipaksa oleh Kemenkominfo untuk merealisasikan sebuah proyek yang disebut mustahil untuk diwujudkan. 

"Mengingat penggambaran cara-cara dilakukannya perbuatan yang dituduhkan didahului dari adanya rencana yang ditetapkan dalam Proyek Strategis Nasional Pemerintah Republik Indonesia dan kemudian diterjemahkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk direalisasikan dengan cara "memaksa" atau "mengancam" keberlangsungan bisnis pelaku industri telekomunikasi, termasuk terdakwa, karena agenda itu merupakan proyek nasional yang harus dijalankan sekalipun telah diperingatkan akan mustahil diwujudkan," tutur penasihat hukum Galumbang. 

Oleh sebab itu, pasal-pasal yang menjerat Galumbang dinilai tidak tepat dalam perkara pemancar atau BTS Kominfo. 

Sebaliknya, menurut Maqdir semestinya khusus untuk Galumbang bisa diselesaikan secara perdata atau setidaknya melalui UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara atau UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara. 

"Di mana keduanya dipergunakan untuk menjustifikasi "perbuatan melawan hukum", sehingga perkara ini selayaknya menjadi kewenangan peradilan perdata atau diselesaikan menurut tata cara yang ditentukan dalam UU Perbendaharaan Negara dan UU Keuangan Negara," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper