Bisnis.com, JAKARTA -- Aksi pemberontakan PMC Wagner bak petir di siang bolong. Semua kaget. Rakyat dunia dan para pemerhati militer yang selama ini menyaksikan secara detail setiap perkembangan konflik Rusia dan Ukraina tak pernah memprediksi Wagner bisa menyerang tuannya sendiri.
Padahal Wagner selama ini dikenal dekat dengan penguasa Kremlin, Vladimir Putin. Pemimpinnya, Yevgeny Pregozhin bahkan pernah mendapat julukan sebagai 'koki Putin'. Kedua orang ini sering tampil kompak dalam beberapa kesempatan. Wagner juga merupakan pasukan pemukul terbaik yang bertempur di sisi Rusia dalam berbagai konflik bersenjata.
Namun hubungan bos Wagner Pregozhin dengan Kremlin mulai dingin di tengah sengitnya pertempuran memperebutkan kota Bakhmut. Pregozhin murka karena pasokan amunisi kurang. Dia kemudian menyerang para elite Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia yang dinilai tak becus.
Puncak konflik antara Kemhan Rusia dan Wagner terjadi ketika Pregozhin akhirnya memutuskan untuk mengarahkan senjata-nya masuk ke Rusia. Kota Rostov diduduki. Dia kemudian membawa konvoi pasukannya menuju ke Moskow. Pemberontakan Wagner dimulai. Putin yang melihat aksi 'bekas koki'-nya itu berang dan berjanji akan menumpas setiap pengkhianatan.
Namun alih-alih mundur, Pregozhin justru menantang balik Putin. Dia mencerca Kremlin yang menurutnya dipenuhi pejabat busuk dan korup. Pasukannya juga mulai bergerak mendekati Moskow. Jaraknya tinggal 200 kilometer.
Beruntung aksi pemimpin Wagner dan pasukannya tidak merembet kepada pertempuran berdarah. Semua bisa diselesaikan setelah Kremlin dan Wagner melakukan kesepakatan. Namun jika yang terjadi sebaliknya, tentu ini akan menjadi catatan kelam dalam sejarah Rusia, khususnya pasca bubarnya Uni Soviet.
Baca Juga
Sejarah Rusia tak pernah sepi dari pemberontakan dan revolusi. Pertumpahan darah terjadi silih berganti. Salah satu revolusi paling terkenal dan mengubah sejarah dunia dalam beberapa puluh tahun kemudian adalah revolusi Oktober 1917 yang dilakukan oleh kaum Bolshevik.
Kaum proletar Bolshevik menguasai pemerintahan, meruntuhkan Republik Rusia yang seumur jagung dan membantai habis klan Romanov. Tsar Nikolas II beserta istri dan keturunannya dieksekusi oleh kaum Bolshevik. Klan Romanov yang memerintah Rusia selama berabad-abad runtuh seketika oleh perlawanan kaum proletar.
Memang agak berlebihan membandingkan Wagner dengan kaum Bolshevik, yang berhasil menggulingkan kekuasaan Rusia dan membentuk negara tipe 'Marxian' pertama di dunia. Tetapi kalau melihat polanya, bisa jadi pemberontakan Wagner yang hanya berlangsung seharian itu sedikit mewakili kondisi Rusia pasca Perang Dunia 1.
Revolusi Bolshevik adalah rentetan panjang pertentangan antara Tsar Rusia, pemerintah Rusia dengan pihak revolusioner. 12 tahun sebelum Bolshevik meletus, Rusia digegerkan oleh Revolusi 1905. Kaum buruh melawan pemerintah Rusia yang dibekingi oleh Tsar Nikolas II.
BH Sumner dalam buku A Short History of Rusia menggambarkan secara detail perjalanan negara Rusia yang dikuasai oleh paham Tsarisme ke sebuah negara diktator proletariat. Tsarisme dikendalikan oleh kelas pemilik tanah dan birokrasi. Namun kelas ini kemudian mulai kehilangan reputasi karena revolusi industri di Eropa dan kekalahan terhadap perang melawan Jepang pada tahun 1904-1905.
Rentetan kejadian itu menjadi titik penting dalam sejarah perjalanan bangsa Rusia. Kaum revolusioner mulai melakukan protes terhadap kondisi saat itu. Pertumpahan darah terjadi. Meski demikian, revolusi 1905 kemudian melahirkan Manifesto Oktober.
Sumner mencatat bahwa manifesto itu setara dengan piagam konstitusional. Lewat manifesto itu Tsar Nikolas II dan Sergei Witte mulai memberikan kebebasan kepada rakyat sipil. Kebebasan sipil dijamin meski hanya secara umum saja. Selain itu penduduk juga bisa berpartisipasi dalam Duma.
Revolusi 1905 dan manifesto Oktober adalah tahap pertama yang paling menentukan sejarah konstitusi Rusia. Selang 12 tahun kemudian, revolusi yang lebih berdarah dan mengubah arah sejarah bangsa Rusia terjadi. Revolusi ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap Tsar Rusia dan kegagalan pemerintah mengendalikan kondisi internal Rusia pasca Perang Dunia 1.
Pada Perang Dunia 1 Rusia berada di pihak Blok Sekutu dan berada di pihak pemenang. Namun, kondisi internal karena masalah ekonomi dan banyaknya korban akibat perang membuat situasi nyaris tidak terkendali. Kaum Bolshevik yang dipimpin Vladimir Lenin kemudian mengambil kendali dan mengeksekusi Tsar Nikolas II. Garis keturunan wangsa Romanov berakhir dan Rusia berganti nama menjadi Uni Soviet.
Situasi horor lebih dari 100 tahun lalu itu hampir saja terulang pada Sabtu kemarin ketika Wagner memutuskan untuk angkat senjata. Menariknya, di balik kecaman pengkhianatan dan ancaman pembalasan dari Putin, Wagner justru memperoleh dukungan luas publik. Pemimpin Wagner Yevgeny Pregozhin semakin populer.
Antusiasme terhadap aksi Wagner itu, mungkin dipicu oleh kebosanan mereka terhadap masa depan perang di Ukraina yang tidak menentu tapi telah menelan korban puluhan ribu tentara Rusia, atau bisa jadi dukungan publik itu muncul karena mereka jenuh dengan para pemimpin Rusia yang berkuasa saat ini.
Akan tetapi, terlepas dari kesepakatan yang telah dicapai antara Wagner dan Kremlin, aksi tentara bayaran swasta Rusia pada Sabtu kemarin menjadi tamparan serius bagi kredibilitas keamanan negara beruang merah tersebut. Ini juga menjadi titik nadir bagi reputasi Putin yang nyaris tak memiliki musuh kuat selama lebih dari dua dasawarsa kiprahnya dalam politik Rusia.