Bisnis.com, JAKARTA – Parlemen Estonia telah menyetujui RUU yang melegalkan pernikahan sesama jenis pada Selasa (20/6/2023) dan menjadikannya negara pertama di Eropa Tengah yang mengizinkannya.
Dikutip dari Reuters, Selasa (20/6/2023), pernikahan sesama jenis telah legal di beberapa negara di Eropa Barat yang dulunya berada di bawah pemerintahan komunis dan anggota aliansi Pakta Warsawa yang dipimpin Moskow.
"Pesan saya (untuk Eropa Tengah) adalah bahwa ini adalah perjuangan yang sulit, tetapi pernikahan dan cinta adalah sesuatu yang harus Anda perjuangkan," kata Perdana Menteri Kaja Kallas.
Dia juga menambahkan bahwa mereka telah berhasil lepas dari pendudukan Soviet dan menjadi setara dengan negara lainnya.
RUU tersebut telah mendapat 55 suara dari 101 kursi di parlemen dari koalisi partai-partai liberal dan sosial demokrat yang dibentuk Kallas setelah memperoleh kemenangan yang kuat pada pemilu 2023.
UU tersebut akan segera diberlakukan pada 2024 mendatang.
Baca Juga
Sementara itu, di Estonia yang populasi penduduknya mencapai 1,3 juta jiwa dan kebanyakan dari penduduknya adalah kaum sekuler, 53 persen dari mereka mendukung adanya pernikahan sesama jenis, meningkat dari satu dekade sebelumnya yang hanya 34 persen.
Berlawanan dengan RUU yang akan disahkan, sebanyak 38 persen orang Estonia masih menilai bahwa hubungan sesama jenis merupakan hal yang tidak bisa diterima.
Pernikahan sesama jenis ditentang oleh minoritas etnis Rusia, yang merupakan seperempat dari populasi negara ini.
Berdasarkan data pemerintah, kaum gay di Estonia cenderung merahasiakan identitas mereka, dan separuh dari mereka pernah mengalami pelecehan.
"Ini adalah kesempatan yang baik bagi pemerintah, karena opini publik mengenai pernikahan sesama jenis telah berubah menjadi positif, dan setelah pemilihan umum tahun ini, pemerintah memiliki jumlah suara yang cukup untuk mengatasi oposisi konservatif," kata Tomas Jermalavicius, Kepala Kajian di Pusat Pertahanan dan Keamanan Internasional.
Adapun Latvia dan Lithuania, dua negara Baltik lainnya yang sebelumnya diduduki oleh Uni Soviet, memiliki rancangan undang-undang pernikahan serupa yang tertahan di parlemen.