Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan sembilan dari 10 orang tersangka korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Terdapat 10 orang tersangka yang sudah ditetapkan KPK, dan sebagian besar merupakan internal bagian keuangan Kementerian ESDM. Sementara itu, dari 10 orang pihak yang sudah ditetapkan tersangka baru sembilan orang yang ditahan lantaran satu orang masih menjalani pemeriksaan kesehatan.
"Dalam rangka penyidikan, KPK melakukan penahanan untuk saat ini sembilan [tersangka] dengan masa penahanan 20 hari ke depan terhitung 15 Juni hingga 4 Juli 2023," ujar Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Kamis (15/6/2023).
Sebelum resmi ditahan, KPK juga telah mengajukan nama 10 orang tersebut ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kememnterian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk dicegah bepergian ke luar negeri.
Adapun 10 pihak yang ditetapkan tersangka yaitu Subbagian Perbendaharaan PPSPM Priyo Andi Gularso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, Staf PPK Lernhard Febian Sirait, serta dua Bendahara Pengeluaran yakni Abdullah dan Christa Handayani Pangaribowo.
Kemudian, PPK Haryat Prasetyo, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPABP Rokhmat Annashikhah, serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, kasus korupsi yang tengah disidik KPK ini merupakan terkait dengan pembayaran tukin pegawai di lingkungan Kementerian ESDM tahun anggaran (TA) 2020-2022. Penindakan kasus tersebut berawal dari laporan masyarakat.
Selama dua tahun anggaran itu, Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran tukin pegawai dengan total Rp221,9 miliar. Selama dua tahun itu juga, para pejabat perbendaharaan dan pegawai lainnya di Direktorat Jenderal Minerba ESDM itu diduga memanipulasi dan menerima pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Beberapa manipulasi yang dilakukan yakni pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif, menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
"Ini modus operandi yang dilakukan oleh pelaku," ujarnya.
Dengan melakukan manipulasi tersebut, jumlah tukin yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp1,3 miliar menggelembung menjadi Rp29 miliar.
Selisih pembayaran senilai Rp27,6 miliar itu dinikmati oleh 10 tersangka dengan nominal terbesar Rp10,8 miliar masuk ke kantong Staf PPK Lernhard Febian Sirait.
Uang yang diperoleh para tersangka di antaranya digunakan untuk pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp1,03 miliar, dana taktis operasional kegiatan kantor, serta keperluan pribadi untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, pembelian aset tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, hingga logam mulia.
"Adanya penyimpangan tersebut telah terjadi perbuatang yang mengakibatkan kerugian negara atau keuangan negara sebesar Rp27,6 miliar," terangnya.
Adapun KPK telah menerima pengembalian uang yang dikorupsi tersebut sebesar Rp5,7 miliar dan logam mulai sebesar 45 gram.
Atas perbuatan para tersangka, disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.