Bisnis.com, JAKARTA - Ketika puasa tidak hanya menahan diri dari lapar dan haus saja, tetapi juga menahan amarah.
Lalu apakah marah membatalkan puasa? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Apakah Marah Membatalkan Puasa
Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan seperti makan dan minum. Selain itu, puasa juga menahan diri dari maksiat dan berusaha bersabar dalam setiap keadaan. Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
Artinya:
“Puasa adalah membentengi diri, maka bila salah seorang kamu di hari ia berpuasa janganlah berkata kotor dan jangan teriak-teriak, dan jika seseorang memakinya atau mengajaknya bertengkar hendaklah ia mengatakan “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari 1904 & Muslim 1151)
Baca Juga
Namun sebagai manusia biasa, kita bisa saja marah saat puasa. Ada banyak alasan seseorang marah. Lantas, marah saat puasa apakah batal?
Perlu diketahui bahwasannya marah saat puasa tidak menyebabkan batalnya puasa, tetapi dapat mengurangi pahala puasa. Sesungguhnya saat berpuasa dianjurkan untuk menahan diri dan mengendalikan hawa nafsu, termasuk amarah. Oleh karenanya ketika berpuasa, seseorang harus tetap bersabar dan mengendalikan diri.
Barangsiapa yang dapat mengendalikan diri dari amarah, maka tergolong orang-orang yang kuat. Hal ini telah disampaikan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Artinya:
“Yang namanya kuat bukanlah dengan pandai bergelut. Yang disebut kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).
Cara Menahan Amarah Saat Puasa
Kalau sedang dikuasai oleh amarah, seseorang cenderung melampiaskan kemarahannya kepada orang lain. Agar tidak terjadi hal demikian, terdapat cara-cara menahan amarah yang telah dianjurkan oleh Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip Syekh Jamaluddin Al Qasimi mengatakan bahwa:
وَأَمَّا الْعَمَلُ فَأَنْ تَقُولَ بِلِسَانِكَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وَإِنْ كُنْتَ قَائِمًا فَاجْلِسْ، وَإِنْ كُنْتَ جَالِسًا فَاضْطَجِعْ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَتَوَضَّأَ بِالْمَاءِ الْبَارِدِ؛ فَإِنَّ الْغَضَبَ مِنَ النَّارِ، وَالنَّارُ لَا يُطْفِئُهَا إِلَّا الْمَاءُ.
Artinya:
“Adapun (mengatasi amarah dengan) amal, katakanlah dengan lisanmu, A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Bila engkau berdiri, duduklah. Bila engkau duduk, tidurlah miring. Disunnahkan berwudhu dengan air yang dingin, sesungguhnya kemarahan adalah dari api, sedangkan api tidaklah bisa dipadamkan kecuali dengan air.” (Syekh Jamaluddin al-Qasimi, Mau’ihhah al-Mu’mini min Ihya’ Ulum al-Din, hal. 208).
Jika timbulnya amarah ketika sedang berdiri, maka sebaiknya duduk agar marahnya bisa hilang. Apabila marah dalam keadaan duduk, maka bertebaranlah. Jika masih marah, maka disunahkan untuk berwudhu dengan air yang dingin.
Keutamaan Menahan Marah
Keutamaan menahan amarah juga disebutkan dalam hadist dari Mu’adz bin Anas, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا – وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ – دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ
Artinya:
“Siapa yang dapat menahan marahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat sehingga orang itu memilih bidadari cantik sesuka hatinya.” (HR. Abu Daud no. 4777 dan Ibnu Majah no. 4186. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum emosi saat puasa tidak membatalkan puasa. Dengan kata lain puasa masih tetap sah, hanya saja pahala puasanya dapat berkurang karena tidak bisa menahan emosi.
Itulah penjelasan lengkap mengenai pertanyaan yang umum ditanyakan umat muslim saat bulan ramadhan, apakah marah membatalkan puasa atau tidak.