Bisnis.com, SOLO - Pihak kepolisian berhasil mengamankan sepucuk senjata api yang diduga berjenis airsoft gun milik pelaku penembakan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat pada Selasa (2/5/2023).
Namun pihaknya masih akan melakukan pendalaman mengenai senpi yang dipakai pelaku.
"Dugaannya begitu (barang bukti pistol yang ditemukan milik pelaku)," ucap Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Komarudin kepada wartawan, Selasa.
Dari foto yang beredar di media sosial, senpi tersebut dipakai pelaku berkelir hitam dan nampak tidak terlalu besar.
Sementara itu menurut Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto senjata tersebut adalah airsoft gun.
"Ada butiran-butiran isi peluru, ada tabung gas kecil juga, yang disebut airsoft gun, bukan senjata api," kata Karyoto.
Baca Juga
Berbeda dengan pernyataan Karyoto, sebuah akun media sosial di Twitter bernama @RandomWorldWar mengatakan bahwa airsoft gun yang dipakai pelaku kemungkinan adalah model Glock.
Meskipun bukan tergolong senjata api, namun airgun ini tetap berbahaya karena dapat memecahkan kaca dan melukai manusia.
"Kalau benar ini adalah foto "pistol" pelaku penembakan gedung MUI Jakarta Pusat, maka mimin bisa berpendapat kalau "pistol" itu bukan senjata api, melainkan airgun, atau airsoft gun model Glock. Airgun pakai gotri besi kal 4.5mm yang bisa memecahkan kaca dan juga melukai manusia," tulisnya menanggapi foto barang bukti yang diamankan polisi.
Harus didaftarkan Perbakin
Mengutip dari hukumonline, seseorang yang memiliki airgun juga harus memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota Club Menembak) serta SKK (Surat Keterangan Kepemilikan) yang dikeluarkan oleh Perbakin.
Senjata tersebut juga harus dengan sepengetahuan Polri. Pemilik harus memiliki umur paling rendah 15 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Persyaratan usia minimal 15 tahun dan maksimal 65 tahun tersebut dikecualikan bagi atlet olahraga menembak berprestasi yang mendapatkan rekomendasi dari pengurus besar Perbakin
Syarat lainnya yakni pemilik air gun harus dinyatakan sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari dokter serta psikolog dari Polri.