Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Sudan: Mayat Berserakan di Jalan hingga Eksodus Besar-Besaran

Negara-negara asing mengevakuasi warga mereka dari Sudan yang dilanda kekacauan pada Senin (24/4/2023).
Warga Italia menumpang pesawat C130 Angkatan Udara Italia saat dievakuasi dari Khartoum, Sudan, dalam foto tak bertanggal yang diperoleh Reuters pada 24 April 2023. Ministero della Difesa/Handout via REUTERS
Warga Italia menumpang pesawat C130 Angkatan Udara Italia saat dievakuasi dari Khartoum, Sudan, dalam foto tak bertanggal yang diperoleh Reuters pada 24 April 2023. Ministero della Difesa/Handout via REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA – Negara-negara asing mengevakuasi warga mereka dari Sudan yang dilanda kekacauan pada Senin (24/4/2023). Pertempuran sengit berkecamuk di negara itu sudah berlangsung selama 10 hari antara pasukan yang setia kepada dua jenderal yang bersaing.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan ketika tentara dan pasukan paramiliter kembali bentrok di Khartoum, Ibu Kota Sudan, dan di seluruh negeri, orang-orang Sudan yang ketakutan telah mengalami kekurangan air, makanan, obat-obatan dan bahan bakar, bahkan terjadi pemadaman listrik dan internet.

Hingga saat ini, setidaknya 427 orang tewas dan lebih dari 3.700 terluka. Warga sipil Sudan juga melarikan diri dari daerah yang terkena dampak pertempuran, termasuk ke Chad, Mesir, dan Sudan Selatan.

"Kamar mayat penuh, mayat berserakan di jalan. Dan rumah sakit yang kewalahan seringkali harus menghentikan operasinya karena alasan keamanan,” kata Kepala Serikat Dokter Attiya Abdallah sebagaimana dikutip, Senin (24/4/2023).

Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Asia telah meluncurkan misi darurat untuk menyelamatkan staf kedutaan mereka dan warga negara yang berbasis di Sudan melalui jalan darat, udara, dan laut.

 

Pasukan khusus AS menyerbu dengan helikopter Chinook pada Minggu (23/4/2023) untuk menyelamatkan para diplomat dan warga mereka, sementara Inggris meluncurkan misi penyelamatan serupa yang melibatkan lebih dari 1.000 personel militer.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan lebih dari 1.000 warga blok itu telah dibawa keluar selama “akhir pekan yang panjang dan intens" yang melibatkan misi Prancis, Jerman, dan negara-negara anggota lainnya.

Dengan bandara internasional Khartoum dinonaktifkan setelah pertempuran yang menyebabkan pesawat hangus di landasan pacu, banyak orang asing diterbangkan dari lapangan terbang yang lebih kecil di sekitar Djibouti.

Konvoi panjang sejauh 850 kilo meter mobil dan bus PBB telah berjalan dari ibu kota, di mana tembakan kembali bergema di jalan-jalan, ke Port Sudan di pantai Laut Merah.

"Perang menimpa kita semua tanpa peringatan. Sangat, sangat menyedihkan bagi semua orang, bukan hanya orang asing - terutama bagi rakyat Sudan,” kata seorang pengungsi Lebanon kepada AFPTV setibanya dengan bus ke Port Sudan.

"Situasi di Khartoum sangat menyedihkan ... Hancur. Saya pergi dengan T-shirt dan piyama ini, semua yang saya miliki setelah 17 tahun," tambahnya.

Senjata dan Kepentingan

Pertempuran mulai pada 15 April 2023 di negara Afrika yang sudah dilanda kemiskinan dengan sejarah kudeta militer, memicu kekhawatiran akan pertumpahan darah yang lebih dalam dan krisis kemanusiaan yang lebih luas.

Di seluruh Ibu Kota berpenduduk lima juta jiwa tersebut, tentara yang berkeliaran dan pasukan paramiliter telah bertempur di jalanan yang ganas, dengan langit yang sering dihitamkan oleh api di gedung-gedung yang dibom dan toko-toko yang dijarah.

Menurut salah satu penduduk Sudan Tagreed Abdin, kehidupan di Khartoum yang dilanda perang dibebani dengan kecemasan dan kelelahan.

"Ada serangan roket di lingkungan kami beberapa pintu dari kami ... Sepertinya tidak ada tempat yang aman," ujarnya.

Duta Besar Norwegia Endre Stiansen mengungkapkan lebih dari satu minggu sudah kota tersebut mengalami kehancuran yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

"Ini membuat saya sangat sedih karena harus meninggalkan begitu banyak kolega dan teman Sudan," katanya di Twitter.

"Saya mengkhawatirkan masa depan mereka, karena saat ini senjata dan kepentingan sempit lebih berbobot daripada nilai dan kata-kata. Melihat ke depan pada nasib yang menanti Sudan, yang sudah menjadi salah satu negara termiskin di dunia,” tambahnya.

Menurutnya, kebanyakan skenario tampak buruk untuk Sudan saat ini.

Duduk Persoalan

Pertempuran yang pecah tepat pada pertengahan April tersebut antara pasukan yang setia kepada panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan wakilnya yang menjadi saingannya Mohamed Hamdan Daglo, yang memimpin Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter yang kuat.

Sementara militer menggulingkan Bashir (Mantan Presiden Sudan 1993-2019) pada April 2019 menyusul protes massal warga.

Kedua jenderal tersebut merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021, tetapi kemudian jatuh dalam perebutan kekuasaan yang sengit, yang terakhir berpusat pada rencana integrasi RSF ke dalam tentara reguler.

Rumah Sakit Tempat Berlindung

Orang asing yang bisa keluar melarikan diri dari negara itu, dampak kekerasan yang meningkat pada situasi kemanusiaan Sudan yang sudah mengerikan semakin memburuk.

Lima pekerja bantuan telah tewas, kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dan Program Pangan Dunia PBB (WFP) terpaksa menghentikan operasi.

Sistem perawatan kesehatan hampir runtuh, dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memverifikasi 11 serangan terhadap rumah sakit dan klinik, beberapa di antaranya telah dikuasai oleh pasukan lawan dan digunakan sebagai pangkalan militer.

PBB melaporkan di Nyala, Darfur Selatan, kompleks lembaga bantuan Doctors Without Borders diserbu, gudang medisnya digerebek dan kendaraannya dicuri.

“Fasilitas yang tersisa di negara bagian Khartoum dan Darfur telah melampaui kapasitas dan hampir tidak berfungsi karena kelelahan staf dan kurangnya pasokan,” tambah OCHA dalam pembaruan terbarunya.

Juga di Nyala, orang-orang bersenjata menyerbu kompleks WFP menyita 10 kendaraan dan enam truk makanan.

"Gudang-gudang di Nyala, Darfur Selatan telah diserbu dan dijarah, dengan kehilangan hingga 4.000 metrik ton makanan,” kata OCHA.

WHO mengatakan telah menyiapkan persediaan medis darurat tambahan, seperti kantong darah, peralatan trauma dan kesehatan darurat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang mendesak. Serta persediaan lainnya yang dengan cepat dikonsumsi karena beban trauma yang berat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper