Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti menilai kecil kemungkinan PDI Perjuangan (PDIP) masuk ke koalisi besar gabungan dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Sebagai informasi, KIB terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan KKIR terdiri dari Partai Gerindra dan PKB. Belakangan, wacana peleburan KIB dan KKIR untuk menjadi koalisi besar semakin nyata.
Aisah merasa, arah pencapresan koalisi besar itu sendiri cenderung ke Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Di sisi lain, lanjutnya, PDIP masih ingin kadernya maju sebagai calon presiden (capres). Oleh sebab itu, sulit rasanya PDIP bergabung ke koalisi besar.
"PDIP saya duga akan tetap mengusung nama kader partai sebagai presiden sehingga masih kecil kemungkinan mau melebur dalam koalisi besar yang potensinya mengusung Prabowo," ujar Aisah kepada Bisnis, Selasa (11/4/2023).
Dia menerangkan, pembentukan koalisi besar otomatis berdampak ke terbatasnya poros koalisi yang akan terbentuk. Dia mengira koalisi besar akan mengunci parpol yang ada di luarnya untuk jadi pemain tunggal atau membentuk koalisi seadanya.
Pilihan lain, lanjutnya, parpol di luar koalisi besar akan menggandeng massa luar parpol seperti kelompok-kelompok relawan. Taktik seperti itu, terangnya, pernah sukses memenangkan Jokowi pada Pilpres 2014.
"Pada Pilpres 2014, banyak jaringan relawan kemudian terbentuk untuk mendukung Jokowi sebagai bagian dari strategis politik saat itu untuk melawan koalisi besar yang dimiliki Prabowo sebagai kompetitornya," jelasnya.
Oleh sebab itu, dia juga menerangkan capres yang diusung koalisi besar tak selalu memenangkan ajang pilpres. Intinya, koalisi besar akan berdampak ke startegi pemenangan peserta pilpres.
"Koalisi besar akan berefek pada strategi yang akan dijalankan partai dan kandidat dalam pemilu, bahkan juga pendukung kandidat di luar instrumen partai," ungkap Aisah.