Bisnis.com, SOLO - Mantan Presiden AS, Donald Trump, menghebohkan pemberitaan setelah tersandung kasus hukum.
Trump terjerat kasus suap dengan seorang wanita sebelum pemilihan AS 2016 untuk menutup mulut pertemuan seksualnya.
Mengacu pada kasus ini, Trump menjadi presiden pertama atau mantan presiden AS yang menghadapi tuntutan pidana, dan dia mengaku tidak bersalah.
Tak tanggung-tanggung, dalam perkara ini Donld Trump mendapat 34 dakwaan dari kantor Jaksa Distrik Manhattan Alvin Bragg.
Salah satu yang paling mencuri perhatian jelas adalah kasus 'uang tutup mulut' senilai US$ 130.000 (sekitar Rp 1,9 miliar) ke aktris dewasa Stormy Daniels.
Donald Trump terus menyangkal tuduhan ini, bahkan dia melontarkan kalimat-kalimat keras kepada Amerika. Salah satunya adalah "Amerika pasti akan masuk neraka.".
Baca Juga
Saat Donald Trump menjadi buah bibir, respons Vladimir Putin juga menjadi salah satu hal yang menyita perhatian.
Dilansir dari Newsweek, pihak Rusia sampai saat ini tidak memberikan respons apapun terhadap penangkapan Donald Trump.
Hal tersebut lantaran Rusia tengah menganut asas tidak mau mencampuri urusan AS dan negara lain dalam urusan internal.
"Kami tidak menganggap diri kami berhak mencampuri urusan dalam negeri Amerika Serikat dengan cara apa pun," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Meski demikian menurut salah satu profesor di salah satu Universitas kenamaan Rusia, diamnya Putin tersebut sudah dianggap sebagai respons.
Profesor Mark N. Katz dari Fakultas Kebijakan dan Pemerintahan George Mason University Schar mengatakan jika diamnya Vladimir Putin atas kasus Donald Trump ini tidak lazim.
Sang profesor mengatakan jika sebenarnya Vladimir Putin tengah mengatur strategi. Ia menduga, Putin berusaha mendapatkan perlakuakan timbal bali dari Partai Republik pro-Trump.
"Dengan tidak mengomentari kesulitan Trump, saya menduga Moskow mungkin berusaha untuk mendapatkan perlakuan timbal balik dari Partai Republik pro-Trump khususnya untuk tidak 'mencampuri' urusan dalam negeri Rusia dengan mengkritik Putin," katanya.
Ini akan membuat Vladimir Putin semakin kuat seiring masalah yang muncul di antara dirinya dan Presiden AS saat ini, Joe Biden.