Bisnis.com, JAKARTA - Partai Berkarya diminta membeberkan legal standing perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga akhirnya menggugat penyelenggara pemilu itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pengamat Hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir mengemukakan bahwa jika KPU memiliki sejumlah bukti objektif untuk tidak mengikutsertakan Partai Berkarya pada Pemilu 2024, maka Partai Berkarya akan mempermalukan semua kadernya sendiri.
Sejauh ini, Mudzakkir berpandangan bahwa belum ada legal standing yang kuat dari Partai Berkarya untuk menggugat KPU dengan petitum menunda Pemilu 2024, meloloskannya menjadi peserta hingga membayar kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp240 miliar.
“Gugatan seperti ini seharusnya ditolak karena tidak ada legal standing yang kuat, apalagi jika KPU ternyata bisa memberikan bukti objektif agar Partai Berkarya tidak diikutsertakan sebagai peserta Pemilu,” tutur Mudzakkir kepada Bisnis di Jakarta, Kamis (16/4).
Menurut Mudzakkir, apa yang dilakukan oleh Partai Berkarya hanya mencontoh dari Partai Prima yang gugatannya sempat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Cara seperti itu sangat tidak elegan, sebaiknya cari cara lain dan tidak mencontoh dari Partai Prima. Jangan hanya mengekor dan ikut-ikutan saja,” katanya.
Baca Juga
Mudzakkir menyarankan agar Partai Berkarya mengikuti jejak Partai Ummat yang dinilai lebih elegan dengan cara mengajukan komplain karena tidak lolos verifikasi KPU.
“Saya kira cara komplain ini lebih elegan daripada harus menggugat ke Pengadilan ya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Partai Berkarya menggugat KPU ke PN Jakarta Pusat. Dalam salah satu petitumnya, mereka meminta KPU menunda tahapan Pemilu 2024 sampai Partai Berkarya diloloskan jadi peserta.
Dari laman SIPP PN Jakpus, tercatat gugatan Berkarya itu teregistrasi pada Selasa (4/4/2023) dengan nomor perkara 219/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. Gugatan itu terklarifikasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum.
Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwoprandjono alias Muchdi PR mengatakan pihaknya merasakan ketidakadilan setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat saat mendaftar jadi calon peserta Pemilu 2024 oleh KPU pada tahun lalu.
Muchdi membandingkan Berkarya dengan Partai Prima yang belum pernah ikut pemilu, tetapi diizinkan melakukan verifikasi jadi calon peserta Pemilu 2024 setelah gugatannya menang di PN Jakpus.