Bisnis.com, JAKARTA – Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan suara pemilih Muslim terdistribusi cukup merata ke Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. Sedangkan suara pemilih non-Muslim cenderung ke Ganjar.
Survei SMRC itu dilakukan pada Desember 2022. Hasilnya, ditemukan responden yang mengaku Muslim sebanyak 87,5 persen, sedangkan non-Muslim sebesar 12,5 persen.
Dari responden Muslim, yang memilih Ganjar sebanyak 34 persen, Anies sebanyak 29 persen, dan Prabowo sebanyak 27 persen. Lalu, ada 10 persen yang belum menentukan pilihan.
Hasil berbeda ada di responden non-Muslim yang mana 43 persen memilih Ganjar, 17 persen memilih Anies, sedangkan 16 persen memilih Prabowo. Ada 24 persen yang belum menentukan pilihan.
Pendiri SMRC Saiful Mujani berpendapat, faktor Islam tampak tak memiliki dampak signifikan karena ketiga tokoh calon presiden (capres) paling potensial itu sama-sama beragama Islam. Sebaliknya, ujar Saiful, jika salah satu tak beragama Islam maka hasilnya akan kelihatan jomplang.
Sementara itu, pemilih non-Islam (Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan lainnya) cenderung memilih Ganjar karena ketokohannya. Menurut Saiful, pemilihan non-Muslim melihat tokoh tang lebih dekat dengan mereka.
Baca Juga
Dia mengatakan, Anies punya rekam jejak sebagai politikus dari kelompok Islamis. Demikian juga dengan Prabowo yang dalam dua pilpres terakhir memainkan kartu Islam. Oleh sebab itu, Ganjar lebih bisa diterima.
“Kehidupan politik Indonesia dengan bingkai SARA masih kuat dalam masyarakat kita. Karena itu, jangan main-main dengan [SARA] itu. Itu poinnya,” ujar Saiful dalam tayangan kanal YouTube SMRC TV, Kamis (9/3/2023).
Lebih lanjut, dia memperkirakan Pilpres 2024 akan berjalan menarik jika yang bertarung hanya Ganjar melawan Anies sebab kedua tokoh itu secara kultur memiliki perbedaan. Ganjar nasionalis dan Anies berasal dari kelompok santri non-tradisionalis.
Oleh sebab itu, perbedaan itu berpotensi menimbulkan tensi yang cukup besar. Saiful mengatakan perlu adanya antisipasi dampak negatif dari perbedaan orientasi politik SARA di Pilpres 2024.
“Karena itu [SARA] bagian dari realitas. Kita harus menerimanya dan melakukan komunikasi dengan baik. Kita perlu lebih akomodatif terhadap pelbagai keragaman tersebut,” jelas Saiful.