Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) K.H Ma’ruf Amin menginginkan Nahdlatul Ulama (NU) menjangkau lebih luas ke penjuru dunia di usianya yang telah memasuki abad kedua.
Hal ini disampaikan Juru Bicara Masduki Baidlowi saat Wapres menerima audiensi Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang di Ruang Shikinoma, Hotel The Mitsui, Kyoto, Jepang, Selasa (7/3/2023).
Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi itu menjelaskan bahwa pertemuan ini untuk membahas sekaligus mendorong penyebaran Islam moderat bagi muslim di negara tersebut.
“Ini pertemuan Wapres dengan kader-kader PCINU di Jepang. Pertemuan ini lebih pada bagaimana teman-teman diaspora berbasis NU ingin mengembangkan jejaring Islam moderat di Negeri Sakura di Jepang,” katanya, dikutip melalui Youtube Sekretariat Wapres, Rabu (8/3/2023).
Meskipun praktik budaya dan agama di Jepang tidak menghadapi kendala, Masduki mengingatkan bahwa kader NU tetap harus mengikuti aturan lokal.
“Tadi juga ada semangat yang luar biasa dari kader-kader NU, tentang bagaimana jejaring NU di Jepang sudah terbentuk sampai ke tingkat-tingkat MWCI (Majelis Wakil Cabang Istimewa), bahkan ada rencana dari masing-masing MWCI ada semacam alamat kantor entah berupa kantor sementara atau mungkin ada semacam kantor tetap,” ujarnya.
Baca Juga
Pembentukan MWCI, dia melanjutkan tak lepas dari cita-cita NU yang memasuki abad kedua untuk go global.
“Go global ini bagaimana NU di Jepang mesti berkembang dan harus dikembangkan. Tentu saja tidak hanya di Jepang tapi di daerah-daerah lain, tapi konteks ini pak Wapres concern dengan masyarakat Islam di Jepang khususnya NU,” imbuhnya.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas rencana pembangunan masjid dan pesantren. Terkait hal ini, Masduki mengatakan, Wapres menyanggupi dan memastikan pengusaha-pengusaha muslim NU dapat membantu. Pembangunan masjid dan pesantren tersebut bertujuan menyebarkan Islam Wasathiyah di Jepang.
Ma’ruf Amin pun melihat bahwa di Indonesia sebagai negara yang majemuk dan mayoritas penduduknya muslim, perbedaan merupakan kekuatan untuk keutuhan sebuah bangsa.
Oleh karena itu, dia menilai untuk makin menguatkan kekuatan ini, diperlukan moderasi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam mengimplementasikan paham agama yang berbeda.
"Islam moderat, apalagi NU sebagai penganut Islam yang moderat, yang rahmatan lil alamin. Orang mencari Islam moderat seperti apa. Islam wasatiyah itu sekarang orang mencari, Timur Tengah itu tidak ketemu, ketemunya justru di Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Islam wasatiyah merupakan ajaran Islam yang toleran dan memiliki kerangka berpikir tidak terlalu berlebihan tetapi tidak juga statis namun dinamis. Pemikiran tersebut, diantaranya harus meliputi tiga paradigma NU.
"Paradigma NU itu ada tiga, yaitu menjaga yang lama yang baik. Kedua mengambil yang lebih baru yang baik, jadi melakukan transformasi. Inilah yang sering kita dengar istilah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah. Saya kemudian tambahkan yang ketiga, yaitu al-ishlah ila ma huwal ashlah tsummal ashlah fal ashlah, atau yang dapat diartikan sebagai upaya perbaikan ke arah yang lebih baik lagi, inilah inovatif," paparnya.
Artinya, dia menjelaskan, pemikiran yang dihasilkan harus melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik secara berkelanjutan, secara sustainable.
"Nah ini lah harus ada inovatif, transformatif. Itu kan membutuhkan kerangka berpikir cerdas. Baik di Jepang atau di tanah air, NU harus memperoleh generasi muda yang berilmu dan berpikir ke depan," pungkas Ma’ruf.