Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejarah Penundaan Pemilu dari Zaman Bung Karno hingga Saat Ini

Wacana penundaan Pemilu 2024 bukan pertama kali terjadi. Penundaan pemilu pernah terjadi dari zaman Bung Karno hingga saat ini.
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kanan) melambaikan tangan ke arah peserta rakornas seusai membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PAN di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (26/2/2023). Rakornas PAN 2023 yang digelar 26-27 Februari itu dihadiri sekitar 2.400 peserta beragendakan sejumlah lokakarya (workshop) politik serta konsolidasi persiapan partai dalam menghadapi Pemilu 2024 serta rencana dukungan kepada sejumlah kandidat bakal Capres dan Cawapr
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kanan) melambaikan tangan ke arah peserta rakornas seusai membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PAN di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (26/2/2023). Rakornas PAN 2023 yang digelar 26-27 Februari itu dihadiri sekitar 2.400 peserta beragendakan sejumlah lokakarya (workshop) politik serta konsolidasi persiapan partai dalam menghadapi Pemilu 2024 serta rencana dukungan kepada sejumlah kandidat bakal Capres dan Cawapr

Bisnis.com, JAKARTA – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin memanaskan konstelasi politik menjelang Pemilu 2024. Isu tentang penundaan pemilu beredar luas.

Isu ini sejatinya bukan sesuatu yang baru karena sempat muncul pada dua tahun belakangan. Sempat redam usai pemerintah memulai tahapan pemilu. Namun putusan PN Jakpus pada Kamis pekan lalu, kembali membuka syakwasangka, mengenai keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam upaya menjegal pesta demokrasi yang pelaksanaannya kurang dari setahun lagi.

Putusan PN Jakpus dijatuhkan dalam perkara perdata Partai Prima dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Partai Prima merasa dirugikan karena KPU tak meloloskan mereka dalam tahapan verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024.

Akibatnya, Prima meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024. Dalam amar putusannya pada Kamis (2/3/2023), PN Jakpus kemudian menerima gugatan Partai Prima.

Meski begitu, KPU sudah menyatakan akan melakukan banding atas putusan itu. Pemerintah dan para partai politik juga ramai-ramai memprotes putusan PN Jakpus itu.

Jika dilihat sejarahnya, di Indonesia setidaknya sudah terjadi empat kali penundaan pemilu. Kapan saja? Berikut perinciannya.

Tahun 1946

Tak lama setelah kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah sudah merencanakan akan melakukan pemilu. Pada 1 November 1945, pemerintah mengumumkan pemilu akan segera diadakan sebagai bukti dari komitmen terhadap demokrasi (David Reeve, Golkar: Sejarah yang Hilang; 2013).

Lalu, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat No. X pada 3 November 1945. Dalam Maklumat itu, pemilu direncanakan dilakukan pada Januari 1946.

Dalam pemilu itu, masyarakat akan memilih DPR dan MPR. Pemerintah pun menyetujui kemunculan partai-partai politik. Mereka diserukan mempersiapkan diri untuk Pemilu 1946.

Meski begitu, wacana pemilu pertama Indonesia itu tak terealisasi. Mahesa Rannie dalam artikelnya “Legal Regulations For the General Election System in Indonesia From the 1955 Election to the Concurrent Election Of 2019” di Jurnal Nurani (2020) mengatakan, setidaknya ada dua alasan Pemilu 1946 tak terealisasi.

Pertama, faktor internal yang mana belum ada UU terkait penyelenggaraan pemilu serta rendahnya stabilitas keamanan negara. Kedua, adanya invasi asing yang membuat Indonesia terlibat perang.

1962/1964

Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu pertama pada 1955. Meski begitu, Presiden Soekarno alias Bung Karno tak puas dengan kinerja parlemen hasil Pemilu 1955 yang dinilai tak bisa menyelesaikan banyak masalah nasional.

Bung Karno pun mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang memutuskan untuk membubarkan parlemen hasil Pemilu 1955. Sejalan dengan itu, pemerintah menjanjikan pemilu “gaya baru” pada 1959. Direncakan penyelenggaraan pemilu gaya baru itu pada 1962 (Reeve, 2013).

Sejak itu, UU Pemilu yang baru pun disusun oleh parlemen dan pemerintah. Di samping itu, Bung Karno pun juga membentuk Front Nasional melalui Penetapan Presiden No. 13/1959 untuk memantapkan penerapan sistem pemilu gaya baru. Front Nasional diharapkan jadi tempat peleburan partai-partai politik dan golongan fungsional yang ada di masyarakat.

Meski begitu hingga 1962, Bung Karno menganggap Front Nasional tak berguna "mengubah struktur sosial masyarakat". Akhirnya—ditambah dengan kesibukan konfrontasi dengan Malaysia dan perebutan Irian Barat—pemilu 1962 tak kunjung terealisasi.

Perdana Menteri ke-10 Djuanda Kartawidjaja dan Letjen TNI Dadang Suprayogi kemudian mengatakan pemilu mungkin diselenggarakan pada 1964 sebagai hasil kerja Komisi Negara untuk pemilu. Namun, tetap tak terealisasi (Reeve, 2013).

1968

Sejak berakhirnya pemerintahan Bung Karno dan dimulainya Era Orde Baru Presiden Soeharto pada 1966, desakan untuk menyelenggarakan pemilu pun terjadi. Pada saat itu, pemilu dirasa sebagai cara terbaik untuk mengubah sistem politik Indonesia usai kejadian Gerakan 30 September 1965.

Sidang MPRS pada Juni-Juli 1966 kemudian memutuskan pemilu akan diselenggarakan pada 5 Juli 1968. Pemerintah dan parlemen kemudian kembali merancang UU Pemilu baru (Revee, 2013).

Dalam perdebatan penyusunan UU Pemilu yang baru, Angkatan Darat ingin 50 persen kursi MPR, DPR, dan DPRD otomatis diberikan untuk golongan fungsional/karya. Usulan itu ditentang besar-besaran oleh partai politik.

Akhirnya, pada Juli 1967 pemerintah menyepakati golongan karya dan partai politik akan tetap bersaing bebas dalam pemilu. Meski garis-garis besar sudah disepakati, namun perdebatan perincian-perincian lain tak kunjung selesai dan tidak antusiasnya pemerintah mengadakan pemilu saat itu membuat Pemilu 1968 ditunda (Reeve, 2013).

Sidang MPRS pada Maret 1968 memutuskan pemilu dijadwalkan ulang jadi 5 Juli 1971.

2020

Sejak jatuhnya kepemimpinan Soeharto dan masuknya Era Reformasi sejak 1998, Indonesia hanya pernah sekali mengalami penundaan pemilu—setidaknya sampai saat ini, yaitu pada Pilkada 2020.

Pilkada 2020 direncanakan akan digelar pada 23 September 2020. Meski begitu, terjadi penyebaran covid-19. Akibatnya, KPU menerbitkan  keputusan penundaan tahapan pilkada dalam surat bernomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/111/2020.

Diputuskan Pilkada ditunda selama tiga bulan dan diselenggarakan pada 9 Desember 2020. Pilkada 2020 diselenggarakan di 270 wilayah di Indonesia meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper