Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jalan Pincang Reformasi Pajak

Rentetan kasus yang menyeret pegawai atau pejabat pajak membuktikan bahwa reformasi pajak berjalan tak optimal.
Dirjen pajak/dppkd.bantenprov.go.id
Dirjen pajak/dppkd.bantenprov.go.id

Bisnis.com, JAKARTA -- Sri Mulyani Indrawati dibuat marah besar. Kasus penganiayaan yang melibatkan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) benar-benar menohok institusi Kementerian Keuangan. Bukan peristiwa kekerasannya, tetapi gaya hidup mewah anak pejabat DJP yang banyak disorot oleh publik, wabil khusus netizen alias warganet.

"Kemenkeu mengecam gaya hidup mewah yang dilakukan oleh keluarga jajaran Kemenkeu," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani usai mendengar berita tersebut.

Sebelum aksi jagoan terungkap, pelaku penganiayaan, Mario Dandy Satrio, memang kerap pamer koleksi kendaraan. Ada motor gede dan mobil-mobil mewah, sebut saja Rubicon. Tak sekadar pamer, dia juga terpantau mempertontonkan aksi 'ugal-ugalan' mengendarai motor gede di jalanan ibu kota. Aksi-aksi 'jagoan jalanan' itu ia unggah di akun media sosialnya.

Mungkin waktu itu Dandy belum membayangkan kehebohan saat ini terjadi. Kalau sudah tahu dia pasti akan berpikir 1.000 kali. Pasalnya, karena aksi jago-nya, bukan hanya dia yang terancam meringkuk di penjara, ayahnya-pun kena getahnya. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik ayahnya beredar luas. Hartanya cukup fantastis, Rp56 miliar.

Jumlah itu bikin publik melongo. Sejak kapan Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN punya harta sebegitu fantastis? Apakah itu murni dari gaji, warisan atau ada penghasilan lainnya? Yang jelas moge dan mobil Rubicon yang dipamerkan Dandy di media sosial, tidak tercantum dalam LHKPN yang dilaporkan ke KPK.

Kasus Dandy dan Rafael kemudian melebar kemana-mana. Nama Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo ikut keseret. Foto dirinya mengendarai motor gede bersama pejabat pajak lainnya beredar luas. Rombongan moge tersebut menamakan diri sebagai Belasting Rijders istilah bahasa Belanda yang secara harfiah berarti pengendara pajak.

Istilah ini dipakai karena mayoritas anggota Belasting Rijders adalah pegawai atau mantan pegawai pajak. Tak berhenti di Suryo Utomo. Publik juga menguliti harta-harta pejabat di Ditjen Pajak lainnya. Tingkah polah pejabat Ditjen Pajak tersebut menjadi perhatian banyak pihak, trending di media sosial, dan lagi-lagi membuat Menkeu Sri Mulyani naik darah.

"Saya menyampaikan instruksi ke Dirjen Pajak. Meminta agar klub Belasting Rijder dibubarkan," tegas Sri Mulyani.

Namun demikian, kemarahan Sri Mulyani bukan kali ini saja terjadi. Hampir setiap kali ada pejabat pajak yang terjerat kasus entah kasus korupsi atau perkara pidana lainnya, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut selalu menumpahkan kekecewaannya.

Pada 2016 lalu, misalnya, saat kasus  Handang Soekarno. Handang adalah pejabat eselon III di Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak. Dia telah terbukti menerima suap dari pengusaha asal India bernama Ramapanicker Rajamohanan Nair. Kasus ini menjadi perhatian publik karena sempat menyeret nama eks Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi. 

Saat itu respons Menkeu Sri Mulyani sama. Dia marah besar dan bahkan menyebut tindakan Handang sebagai bentuk pengkhianatan. "Tindakan yang dilakukan oleh oknum HS mencerminkan pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip dan tata kelola yang baik."

Usai peristiwa itu, Menkeu dan para jajarannya getol menyuarakan tentang reformasi pajak. Tahun 2016 dibentuk tim reformasi perpajakan. Reformasi pajak bertujuan mewujudkan suatu lembaga perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel, secara struktur, kewenangan, dan kapasitas yang memadai.

Lewat reformasi pajak, pemerintah berharap otoritas pajak mampu mendeteksi potensi pajak yang ada dan merealisasikannya menjadi penerimaan pajak secara efektif dan efisien. Salah satu fokus reformasi pajak adalah sumber daya manusia. Reformasi pajak ingin menciptakan SDM yang profesional, kompeten, berintegritas dan menjalan proses bisnis Ditjen Pajak (DJP).

Namun lagi-lagi, ketika program itu dicanangkan, kasus demi kasus masih terjadi di otoritas pajak. Setelah kasus Handang, muncul kasus Kepala‎ Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3, Kanwil Jakarta Khusus, Yul Dirga, kasus KPP Ambon hingga yang terakhir adalah Angin Prayitno Aji.

Angin Prayitno Aji adalah mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Dirjen Pajak (DJP).  Angin diketahui telah terbukti menerima dari 3 perusahaan. Nilainya juga puluhan miliar rupiah.

Selain suap, Angin kini juga tengah menghadapi dakwaan kasus pencucian uang. Belum rampung kasus Angin Prayitno, saat ini muncul nama Rafael Alun Trisambodo. Hanya saja status Rafael saat ini sebagai terperiksa. Itupun terkait kepemilikan harta yang dilaporkan LHKPN, bukan perkara pidana.

Rentetan kasus dari Handang hingga Rafael membuktikan bahwa proses reformasi pajak belum optimal. Hal ini sekaligus mengonfirmasi kajian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut bahwa pejabat atau pegawai pajak rawan tindak pidana pencucian uang atau TPPU. "Masuk profil high risk," tukas Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Rentetan kasus pejabat pajak:

1) Gayus Tambunan Kasus Suap terkait pengurusan pajak sejumlah perusahaan, salah satunya diduga terkait dengan grup bakrie. (Polri)

2) Pemerasan pajak terkait restitusi PT EDMI oleh tiga petugas pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru III. (KPK)

3) Kasus suap pengurusan pajak PT EKP melibatkan Kasubdit Bukper Ditjen Pajak Handang Soekarno dan Country Director PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair. (KPK)

4) OTT terhadap HR petugas pajak di Babel menerima suap terkait pengurusan pajak.  (Polri).

5) Kasus Suap Pengurusan Pajak di KPP Semarang melibatkan seorang pejabat pajak berinisia PAW terkait pengurusan pajak pihak swasta dari tahun 2007 – 2013. (Kejaksaan)

6) OTT terhadap seorang petugas pajak di Cengkareng oleh internal Kementerian Keuangan. (Kasus tak terpublikasi).

7) Suap KPP Ambon terkait pengurusan pajak melibatkan pejabat KPP Ambon dan pemeriksa pajak.  (KPK)

8) Kasus suap Angin Prayitno Aji. (KPK)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper