Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Perusahaan dan Bisnis Turki (Turkonfed) menaksir bahwa kerugian ekonomi akibat gempa besar di Turki dapat mencapai lebih dari US$84 miliar atau Rp1.277,2 triliun
Dikutip melaui Bloomberg, Senin (13/2/2023), jumlah tersebut setara dengan 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara transkontinental tersebut.
“Kami melihat bahwa kerugian ekonomi yang disebabkan kerusakan bangunan dan tempat tinggal saat ini mencapai US$70,8 miliar,” tulis Turkonfed dikutip dari Bloomberg, Senin (13/2/2023).
Lebih lanjut, nilai taksiran tersebut dijelaskan Turkonfed berdasarkan kejadian gempa bumi pada 1999 di dekat Istanbul yang menewaskan sekitar 18.000 orang, sedangkan jumlah korban tewas pada gempa kali ini melebihi angka kematian saat gempa 1999, saat ini mencapai 33.000 korban.
Sekadar informasi, gemla dengan magnitudo 7,8 mengguncang bagian tenggara Turki pada 6 Februari, diketahui setidaknya 33.000 orang tewas akibat bencana tersebut.
Selain itu, menurut laporan yang dikeluarkan Turkonfed, kerusakan infrastruktur Turki, mulai dari jalan dan jaringan listrik hingga rumah sakit dan sekolah dapat memakan defisit anggaran negara lebih dari 5,4 persen dari PDB pada 2023, dibandingkan perkiraan resmi sebesar 3,5 persen.
Baca Juga
Sementara itu, dikutip melalui Reuters, gempa bumi terburuk di Turki dalam hampir satu abad telah meninggalkan jejak kehancuran yang dapat merugikan Ankara hingga US$84,1 miliar, sementara seorang pejabat pemerintah menyebutkan angkanya lebih dari US$50 miliar.
Korban tewas gabungan di Turki dan Suriah akibat gempa berkekuatan 7,8 Senin (6/2/2023), tercatat sudah mendekati 36.000 dengan potensi korban terus meningkat, karena saat ini fokus penyelamat tengah beralih dari menyelamatkan korban yang terjebak di bawah reruntuhan menjadi menyediakan tempat berlindung, makanan, dan perawatan psikososial.
Sebuah laporan yang diterbitkan pada akhir pekan oleh Konfederasi Perusahaan dan Bisnis Turki menyebutkan gempa menimbulkan biaya kerusakan sebesar US$84,1 miliar, apabila dirinci akan menelan biaya US$70,8 miliar untuk kebutuhan perbaikan ribuan rumah, US$10,4 miliar dari hilangnya pendapatan nasional dan US$2,9 miliar dari hilangnya kegiatan kerja.
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan pemerintahnya akan menyelesaikan rekonstruksi perumahan dalam waktu satu tahun dan pemerintah sedang mempersiapkan sebuah program untuk membuat negara tersebut dapat berdiri kembali.
Sekitar 13,4 juta orang tinggal di 10 provinsi yang terkena gempa, atau 15 persen dari populasi Turki, dan menghasilkan hampir 10 persen dari PDB.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif IMF Mahmoud Mohieldin meyakini dampak gempa bumi terhadap PDB tidak akan sebesar setelah gempa bumi pada 1999 di barat laut Turki, yang melanda jantung industri.
“Setelah dampak awal selama beberapa bulan ke depan, investasi sektor publik dan swasta akan bergerak dalam pembangunan kembali dapat mendorong pertumbuhan PDB ke depan,” ujarnya dikutip melalui Reuters, Senin (13/2/2023).
Dia menambahkan bahwa para ekonom dan pejabat memperkirakan gempa akan memangkas pertumbuhan ekonomi hingga dua persen tahun ini.
Pemerintah memperkirakan pertumbuhan sebesar 5 persen pada 2022 dan memperkirakan pertumbuhan sebesar 5,5 persen pada 2023 sebelum gempa.
Turki akan mengadakan pemilihan presiden dan parlemen musim panas ini - tantangan terbesar bagi Erdogan selama dua dekade berkuasa.
Keadaan darurat tiga bulan telah diumumkan di 10 provinsi yang terkena dampak dan bank sentral telah menunda pembayaran beberapa pinjaman. Departemen Keuangan menyatakan force majeure hingga akhir Juli dan menunda pembayaran pajak untuk wilayah tersebut.