Bisnis.com, JAKARTA - Korban tewas pascagempa bumi M 7,8 pada Senin (6/2/2023) lalu di Turki dan Suriah hampir mendekati 30.000 jiwa.
Aljazeera melaporkan pada Minggu (12/2/2023), korban jiwa akibat gempa di Turki telah menembus 24.617, sementara korban jiwa di Suriah mencapai lebih dari 4.500.
Gempa berkekuatan M 7,8 tersebut adalah yang paling dahsyat di Turki sejak 1939 dan hingga kini jumlah korban tewas terus meningkat seiring upaya penyelamatan di lakukan.
Tim penyelamat terus menarik beberapa korban selamat yang keluar dari reruntuhan hingga hari ini, Minggu (12/2/2023).
Wartawan Aljazeera Bernard Smith di Antakya menlaporkan bahwa meskipun tingkat kehancuran luar biasa terjadi di ibu kota provinsi Hatay Turki, tetapi masih adanya harapan.
“Sekarang kita berada di jam ke-135 sejak gempa, tapi masih ada harapan. Pada jam ke-132, seorang balita diselamatkan, dan beberapa jam sebelumnya, seorang pria dan wanita diselamatkan hidup-hidup. Pencarian korban belum berhenti,” katanya.
Dia menambahkan, pemerintah Turki juga berencana membuka kembali bandara di kota itu dalam waktu 24 jam.
“Landasan pacu bandara rusak parah. Mereka bilang akan kembali ke aspal. Ini akan sangat penting untuk penerbangan bantuan. Kebutuhan bantuan sangat mendesak,” lanjutnya.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menghadapi berbagai desakan tentang perencanaan gempa dan waktu tanggap bencana, serta kritik untuk para pihak berwenang yang seharusnya bereaksi lebih cepat.
Sementara itu, PBB menyatakan hingga kini 5,3 juta orang di Suriah mungkin kehilangan tempat tinggal setelah gempa bumi, sedangkan hampir 900.000 orang sangat membutuhkan makanan panas di Turki maupun di Suriah.
Menurut media pemerintah, Suriah telah menyetujui pengiriman bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang dilanda gempa di luar kendalinya.
Di sisi lain, kerusuhan di selatan Turki telah mengganggu upaya penyelamatan korban akibat gempa mematikan pada Senin lalu.
Mengutip BBC, Minggu (12/2/2023), tim penyelamat Jerman dan tentara Austria menghentikan operasi pencarian korban pada Sabtu (11/2/2023) waktu setempat, dengan alasan terjadi bentrokan antara kelompok yang tidak disebutkan namanya.
Laporan dari seorang regu penyelemat mengungkapkan keamanan diperkirakan akan memburuk karena persediaan makanan berkurang. Sementara itu media lokal meyebutkan, hampir 50 orang telah ditangkap karena penjarahan, dengan beberapa senjata disita.
Seorang juru bicara militer Austria mengatakan pada Sabtu pagi bahwa bentrokan antara kelompok tak dikenal di provinsi Hatay telah menyebabkan puluhan personel dari Unit Penanggulangan Bencana Pasukan Austria mencari perlindungan di sebuah base camp dengan organisasi internasional lainnya.
“Ada peningkatan agresi antar faksi di Turki. Peluang menyelamatkan nyawa tidak memiliki hubungan yang masuk akal dengan risiko keselamatan,” kata Letnan Kolonel Pierre Kugelweis dalam sebuah pernyataan.
Beberapa jam setelah Austria menghentikan upaya penyelamatannya, kementerian pertahanan negara itu mengatakan bahwa tentara Turki telah turun tangan untuk memberikan perlindungan, memungkinkan operasi penyelamatan dilanjutkan.