Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyampaikan bahwa terdapat sejumlah cara agar generasi muda di Indonesia bisa bersaing secara global.
Dia menjelaskan bahwa sejarah telah mencatat bahwa umat Islam pernah menorehkan tinta emas dalam membangun peradaban. Namun, saat ini tengah mengalami era kemunduran karena saat ini dunia sudah masuk pada babak baru peradaban, terutama karena globalisasi yang tidak terbendung.
Oleh sebab itu, dia menilai penting bagi semua pihak untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya membangkitkan kembali potensi dalam membangun peradaban.
“Peran ilmu pengetahuan [sains] sangat penting, dan bahkan ia berfungsi sebagai kunci peradaban,” ujarnya saat ditemui di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Senin, (6/2/2023).
Wapres RI Ke-13 ini pun menolak pendapat yang menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan penyebab muncunya berbagai permasalahan di muka bumi.
“Tidak benar anggapan bahwa ilmu pengetahuan merupakan penyebab terjadinya kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini. Sumber kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini adalah nafsu serakah manusia yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan,” katanya.
Baca Juga
Selain ilmu pengetahuan, lebih jauh Ma’ruf juga menekankan, bahwa untuk menghadapi arus globalisasi yang serba digital, masyarakat juga harus menguasai teknologi.
“Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang menguasai kunci peradaban tersebut. Yaitu SDM yang unggul, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” pesannya.
Di sisi lain, Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang menilai bahwa meskipun peranan generasi lalu dalam membangun peradaban sangat hebat, tetapi paling utama adalah jangan terjebak kepada romantisme sejarah kehebatan zaman dulu, sebab setiap masa memiliki pola bertindak yang berbeda.
“Generasi saat ini harus fokus kepada menciptakan kehebatan sejarah masa depan. Itu adalah mindset utama. Baru kita bicara skill yang dibutuhkan. Skill utama ada complex problem thinking, critical thinking, creativity, berwawasan global dengan karakter juang yang tinggi, resilien, tidak mudah stres dan sekaligus fleksibel di dunia riil maupun dunia digital,” tuturnya saat dihubungi, Senin (6/2/2023).
Meski begitu, Dianta melanjutkan bahwa tantangan ke depan yang dihadapi oleh generasi Indonesia selanjutnya adalah dunia yang cenderung bergeser dari dunia riil ke dunia digital di mana bullying menjadi sebuah kebiasaan yang merusak percaya diri generasi. Bahkan, disebutnya keunikan setiap insan manusia menjadi konsumsi publik baik, diinginkan maupun tidak oleh orangnya.
“Kedua media sosial mendekatkan kita kepada orang-orang sepemikiran dan sepahaman kita yang mengakibatkan polarisasi sosial sekaligus membunuh identitas pribadi menjadi identitas publik. Yang pada akhirnya bisa membunuh skill yang dibutuhkan di masa mendatang,” pungkas Dianta.
Generasi Muda dan Ekonomi Digital
Pemerintah terus memastikan mempersiapkan talenta digital seiring diproyeksikannya ekonomi digital Indonesia, yang ditopang sektor e-commerce, ride hailing, online media, dan online travel sebesar US$146 miliar atau setara dengan Rp2.263 triliun pada 2025.
Seiring dengan tingginya potensi ekonomi digital tersebut, Indonesia juga diuntungkan dengan bonus demografi yang akan terjadi pada 2030 dengan stimasi jumlah angkatan kerja produktif mencapai 64 persen dari total penduduk.
McKinsey meramal ada sejumlah pekerjaan yang akan digantikan oleh robot dan kecerdasan buatan di masa mendatang. Pekerjaan berulang seperti pengumpulan data menjadi yang paling mungkin terotomatisasi. Perubahan waktu kerja di aktivitas tersebut yang dapat terotomatisasi mencapai 75%.
Waktu kerja di pekerjaan proses data pun diperkirakan terotomatisasi hingga 72%. Ada pula waktu kerja di aktivitas fisik terprediksi yang dilakukan buruh dan operator mesin akan terotomatisasi hingga 70%.
Menurut McKinsey, pekerjaan yang hilang akibat perkembangan teknologi tersebut di dalam negeri mencapai 23 juta dalam kurun 2014-2030.
Berdasarkan studi Gartner pun menyatakan bahwa di seluruh dunia, layanan cloud publik diperkirakan tumbuh 18,5 persen pada 2023. Hal ini membuat organisasi terus mempercepat adopsi cloud yang tentunya turut membutuhkan tangan terampil untuk mengoperasikan teknologi tersebut.