Bisnis.com, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) memerinci kronologi pembunuhan Munir Said Thalib pada 7 September 2004.
Kronologi pembunuhan Munir disusun oleh: mantan Koordinator KontraS Edwin Partogi, mantan Koordinator KontraS Haris Azhar, Ketua KontraS Indria Fernia, Manajer Riset Amnesty International Papang Hidayat, dan Eksekutif Direktur Amnesty International Usman Hamid.
Dikutip dari laman resmi KontraS, kertas kerja yang disusun oleh kelima aktivis HAM ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi masyarakat, atas pembunuhan yang menimpa salah satu masyarakat sipil di Indonesia.
Melalui kertas kerja tersebut, KontraS menuntut pemerintah untuk dapat segera mengungkapkan kebenaran di balik kematian Munir.
"Orang tidak lagi boleh dihilangkan nyawanya atas alasan apapun, apalagi hanya karena pikiran dan sikapnya. Kita tidak mungkin mengulangi sejarah kelam bila memang ingin berhasil membangun negara," dikutip dari kertas kerja "Bunuh Munir", Senin (12/9/2022).
Berikut kronologi pembunuhan Munir versi KontraS:
7 September 2004
Aktivis HAM sekaligus pendiri KontraS, Munir Said Thalib, meninggal pada usia 39 tahun. Dia menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974.
Baca Juga
12 September 2004
Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur
11 November 2004
Pihak keluarga memperoleh informasi dari media Belanda yang menyampaikan bahwa berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan Institut Forensik Belanda (NFI), Munir dinyatakan meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
12 November 2004
Istri Munir, Suciawati, mendatangi Mabes Polri untuk meminta hasil otopsi sang suami. Namun, upayanya gagal. Sejumlah LSM mendesak pemerintah untuk mengungkap kebenaran di balik kasus pembunuhan Munir dan menyerahkan hasil otopsi kepada pihak keluarga.
Mereka juga meminta pemerintah untuk membentuk tim penyelidikan indepen yang melibatkan masyarakat sipil.
18 November 2004
Tim penyelidik Mabes Polri dan Usman Hamid berangkat ke Belanda untuk meminta dokumen otentik hasil otopsi Munir. Namun, tim gagal untuk mendapatkan dokumen autopsi karena tidak memenuhi prosedur administrasi.
22 November 2004
Suciwati dan sejumlah aktivis bertemu Komisi III DPR RI. Komisi III menyetujui usulan yang diajukan untuk mendesak pemerintah agar membentuk tim investigasi independen.
23 November 2004
DPR menyetujui permintaan pembentukan tim independen kasus Munir kepada Pemerintah Indonesia.
28 November 2004
Mabes Polri menjalankan pemeriksaan terhadap 8 kru Garuda Indonesia yang melakukan penerbangan bersama Munir.
23 Desember 2004
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) dalam kasus pembunuhan Munir.
14 Maret 2005
Pollycarpus Budihari Priyanto yang disebut sebagai eksekutor dalam kasus pembunuhan Munir diperiksa oleh penyidik Bareskrim Polri selama 13 jam dengan menggunakan lie detector.
15 Maret 2005
TPF merekomendasikan 6 calon tersangka, 4 di antaranya berasal dari lingkungan PT Garuda Indonesia.
18 Maret 2005
Pollycarpus ditetapkan sebagai tersangka. Dia kemudian ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
5 April 2005
Polri kembali menetapkan dua tersangka, yakni Oedi Irianto dan Yeti Susmiarti yang merupakan kru penerbangan.
8 April 2005
Tim Penyidik Direktorat Kriminal Umum dan Transnasional Polri memeriksa 5 karyawan Garuda Indonesia, yaitu Indra Setiawan, Ramelgia Anwar, Rohainil Aini, Carmel Sembiring, dan Hermawan.
15 April 2005
Tujuh hari setelahnya, penyidik Mabes Polri kembali memeriksa dua saksi yang merupakan warga negara Belanda yang duduk di sebelah Munir.
13 Mei 2005
Ketua TPF Marsudhi Hanafi mulai merencanakan pemeriksaan terhadap Kepala Deputi V BIN Muchdi Purwopranjono.
16 Mei 2005
Muchdi mendatangi Mabes Polri untuk memberikan kesaksian kepada penyidik Polri terkait kasus pembunuhan Munir.
2 Juni 2005
TPF Munir kembali memeriksa dua awak kabin Garuda Indonesia, Oedi dan Yeti.
7 Juni 2005
Tim penyidik Mabes Polri melakukan pemeriksaan kedua terhadap Indra Setiawan.
23 Juni 2005
Rekonstruksi kasus kematian Munir dilakukan.
24 Juni 2005
TPF melaporkan hasil rekonstruksi kepada SBY. Ada dua rekomendasi yang disampaikan TPF yaitu pembentukan tim penyidik baru dan komisi khusus baru.
29 Juli 2005
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ditetapkan 5 majelis hakim dalam penanganan kasus Munir.
9 Agustus 2005
Sidang perdana kasus pembunuhan Munir dengan terdakwa Pollycarpus digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
3 Oktober 2006
Pollycarpus divonis dua tahun penjara berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan dirinya tak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
25 Desember 2006
Pollycarpus divonis bebas setelah mendapatkan remisi susulan 2 bulan serta remisi khusus selama 1 bulan.
10 April 2017
Indra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Munir dengan hukuman 1 tahun penjara.
19 Juni 2008
Terdakwa lain yaitu Muchdi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Munir.
31 Desember 2008
Majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan memberikan vonis bebas bagi Muchdi setelah dinyatakan tak bersalah atas segala dakwaan.